15 September 2008

SMS Itu .............

Malam itu sekitar jam 00:30 seperti biasa Supi’i lagi asyik untuk merenung mengamati malam dari gezebo depan rumahnya. Malam ini terlihat bulan purnama bersinar terang, tanpa terhalang mendung dan kabut hitam. Indah sekali. Supi’i membayangkan apakah wajah Rosul seindah itu Ya ?, buru-buru Supi’i mengusir bayangan itu, karena bagi Supi’i jelas rasul tidak dapat disamakan dengan bulan, rasul lebih dari bulan, rasul Muhammad bin Abdullah adalah rahmat bagi alam semesta, rahmatal lil ‘alamin.Rasul adalah purnama bagi alam semesta. Kalau cuma purnama maka sinarnya hanya cukup menyinari daerah malam, sedangkan bila siang maka sinarnya akan kalah sama matahari. Rasul membawa cahaya islam yang terang benderang baik malam maupun siang. Memang rasul diibaratkan seperti purnama ketika jaman jahiliyah. Ya sinar cahaya yang menerangi kegelapan, seperti purnama yang menerangi kegelapan malam. Kebiasaan bertafakur itu selalu dilakukan Supi’i hingga malam memasuki sepertiga akhir dimana Supi’i dengan khusuknya untuk bermunajad kepada Allah.Tiba-tiba Supi’i dikagetkan oleh bunyi dari Hp-nya, SMS rupanya. “tumben sekali jam segini ada sms masuk”, guman Supi’i. Terlihat dari layar HP yang sudah mulai usang terlihat nama Cak a’an sahabat Supi’i. Segera dibaca sms tersebut :
“Supi’i, tolong doain aku dengan bacaan fatehah dikhususkan kepadaku, please, thanks b4”.
Supi’i segera membalas sms itu dengan kalimat singkat :“Ok, Insya Allah”.
Bagi Supi’i orang yang meminta tolong kepadanya maka harus ia tolong sebisa mungkin. Tetapi dalam hati Supi’i jadi bertanya-tanya ada apa gerangan, kok tumben cak a’an ini berlaku demikian. Padahal menurut sepengetahuan supi’i, sahabatnya ini adalah termasuk orang yang baik, yang selalu mentaati perintah Allah dan rasulnya serta menjauhi segala larangannya. “Ah masa bodoh lah, yang penting didoain aja sesuai dengan permintaannya”. Lirih Supi’i berkata.

Selang seminggu setelah sms itu, Supi’i secara tidak sengaja bertemu dengan cak a’an. Kesempatan inipun tidak disia-siakan oleh Supi’i untuk segera bertanya kepada cak a’an apa gerangan yang terjadi ?.
“Begini iii, aku merasa minggu-minggu terakhir ini aku gak tenang sekali. Biasanya telah kubuat daftar nilai untuk segala amal ibadahku, telah kubuat kolom-kolomnya, biasanya setiap hari aku sholat sunnah sekian kali, sholat wajib berjamah sekian kali, ikut di majelis taklim pulangnya hati tenang. Tapi sekarang iii, dari tabelku, grafiknya terlihat menurun iii, setiap habis sholat sekarang aku tidak merasa tenang. Aku takut pahalaku berkurang iii” kata-kata itu meluncur dari bibir cak a’an seperti anak yang wadul kepada orang tuanya.

“Tenanglah sahabatku, tenangkanlah dirimu, kamu sekarang harus instropeksi diri dulu, pasti ada sesuatu yang salah dari kamu. Kalau aku lihat ada yang salah dari niat kamu, kamu masih belum Lillahi ta’ala, kamu masih belum ikhlas, tujuanmu untuk beribadah entah itu sholat sunnah, jamaah sholat wajib ataupun pergi ke majelis taklim masih mengejar pahala, padahal Allah tidak butuh pahalamu, karena pahala itu haknya Allah, Allah hanya butuh keikhlasanmu, Engkau mesti Ikhlas dalam beramal, engkau mesti ikhlas dalam beribadah, agar Allah menerimaNya. Ikhlas adalah sayap burung amal ibadah. Tanpa sayap, bagaimana engkau dapat terbang ketempat kebahagian ?. bukannya hal ini sudah diterangkan oleh Ibnu At-tho’illah asy-syakandary dalam kitab hikamnya pada poin pertama :
“setengah dari tanda bahwa seseorang itu bersandar dari pada kekuatan amal usahanya, yaitu berkurangnya pengharapan terhadap rahmat karunia Allah ketika terjadi padanya suatu kesalahan/dosa.

Nah !, sudah terlihat jelas kan bahwa amal ibadah kita terlaksana hanya atas berkat rahmat Allah SWT. “Laa haula walaa quuwata ila billah”, tiada daya dan upaya kecuali hanya kepunyaan Allah. Termasuk ketika kita tidak dapat menghindar dari dosa, maka pasrahkanlah hatimu, segeralah istighfar agar maksiat yang telah engkau lakukan diampuni oleh Allah SWT. Alangkah sombongnya kita kalau kita mengandalkan amal kita, sama seperti iblis yang mengandalkan kehormatan dirinya ketika disuruh oleh Allah bersujud kepada nabi Adam as sebagai bentuk penghormatan.

Dzohirnya syariat menyuruh kita untuk berusaha beramal, sedangkan hakikat syariat melarang kita untuk menyandarkan diri pada amal usaha itu, supaya tetap bersandar pada Karunia Rahmad Allah.

Laa Haula Walaa quwwata illa billahi, tidak ada daya untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan, dan tidak ada kekuatan untuk berbuat amal kebaikan kecuali dengan bantuan pertolongan Allah dan karunia rahmatNya semata-mata. Sedang bersandar kepada amal usaha itu berarti lupa pada karunia rahmad Allah yang memberi taufiq hidayah kepadanya. Yang akhirnya pasti ia ujub, sombong, merasa sempurna diri, sebagaimana yang telah terjadi pada iblis ketika diperintah bersujud kepada nabi Adam as. Termasuk dirimu cak, kamu bisa sholat sunnah, shalat berjamaah, aktif di majelis taklim pada hakikatnya yang menggerakkan adalah Allah SWT. Pahamilah seperti itu cak. Mestinya kita bisa merenung kenapa ketika adzan di kumandangkan dan kita disunnahkan untuk menjawab. Kenapa semua jawaban sama kecuali pada kalimat “chayya ‘alash sholaah” dan “chayya ‘alal falaach” kita menjawabnya “Laa Haula Walaa quwwata illa billahi”

Cobalah cak niatnya ditata lagi, lebih Lillahi ta’ala gitu lho. Dan teruskan ibadahmu seperti dulu cak, itu sudah bagus tinggal niatmu aja dan keikhlasanmu. Semoga kamu bisa istiqomah cak dan jangan lupa do’akan dan mohonkan ampunan kepada Allah SWT bagi seluruh muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat khususnya di indonesia.

Sambil memeluk supi’i cak a’an berkata lirih “terima kasih sahabatku”. Terlihat mata cak a’an berkaca-kaca penuh haru. Dalam hatinya dia bertekad untuk meluruskan lagi niatnya.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template