16 September 2008

Ternyata Seperguruan...........

Sore ini supi’i teringat akan janjinya bahwa ia harus segera pergi ke teman barunya, ya teman baru supi’i ini adalah seseorang yang tinggal di pinggiran kota surabaya. Namanya adalah Cak i’im. Supi’i secara tidak sengaja berkenalan dengannya. Ceritanya pada saat itu kebetulan supi’i pingin ke toilet untuk buang air kecil. Setelah selesai dari toilet seperti biasanya supi’i segera mengambil air wudlu di tempat wudlu (maklum supi’i berusaha mengamalkan batal wudlu yang merupakan jurus dasar PETA), setelah itu supi’i berniat untuk membayar.

Setelah membayar inilah supi’i melihat ada lembaran wirid hizb kahfi di meja tempat ia membayar. Timbul penasaran pada diri supi’i untuk mengetahui tentang itu. Hal ini dikarenakan supi’i adalah juga pengamal hizb kahfi tersebut. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang maka barulah tahu bahwa cak i’im ini ternyata adalah seperguruan dengan dirinya tetapi lewat pintu yang berbeda. Ya pekerjaan cak i’im ini adalah penjaga toilet di pojok terminal di surabaya.

Hari ini supi’i akan kembali bertemu dengan cak i’im. Supi’i pingin semakin akrab dengan teman barunya ini. Profile cak i’im ini adalah kalem bahkan cenderung sangat kalem sekali, untuk mendengar ia bicara aja supi’i harus mendekatkan telinganya supaya terdengar jelas. Selain itu cak i'im adalah type orang yang rendah hati, selalu senyum dan membuat orang-orang sungkan dan segan kepadanya.

Bukan hanya profile cak i’im itu yang membuat supi’i kagum kepadanya, tetapi lingkungan kerja dia yang membuat supi’i heran. Ketika lama menemani cak i’im untuk menjaga toilet ini. Barulah sadar bahwa lingkungan yang cak i’im tempati untuk bekerja ini adalah lingkungan yang ekstrem bagi orang baik seperti cak i’im.

Betapa tidak, tak jauh dari toilet-toilet itu terdapat kamar-kamar yang tidak hanya di tempati oleh anak-anak jalanan yang yang tidak punya tempat tinggal, tetapi juga di tempati oleh para wanita-wanita “penghibur”. Sehingga mau ga mau orang-orang itu juga pasti akan menggunakan toiletnya cak i'im. Padahal sedianya bisnis toilet itu di khususkan bagi orang-orang yang memerlukan di terminal seperti para sopir, kondektur, kernet maupun penumpangnya.

“Sebenarnya mereka itu pada dasarnya adalah orang-orang baik, tetapi karena tuntutan ekonomi dan tipisnya iman sehingga mereka jadi begitu. Kita gak bisa berbuat apa-apa mas supi’i Cuma bisa memberikan nasihat yang santun, itupun lewat sindiran-sindiran dan mendoakannya saja, karena hidayah itu kan datangnya dari Allah”. Banyak kasus kok kalau Allah mentakdirkan hambanya berbuat maksiat agar selanjutnya bertaubat dan menjadi dekat kepada-Nya. Ada sih beberapa orang dari mereka minta tolong untuk di carikan suami agar mereka bisa berhenti dari pekerjaannya. Nah apa mas supi’i mau menjadikan istri salah satu dari mereka ?, berarti mas supi’i sudah menolong salah satu dari mereka lho.... Mendapat pertanyaan begitu supi’i menjadi gelagapan. Oh enggak cak i’im..., aku belum berpikiran ke arah situ kok, eles supi’i.

Sambil mengalihkan pembicaraan supi’i kemudian bertanya kepada cak i’im. Cak i’im kalau aku lihat sih hizib kahfi’mu berbeda dengan yang biasa aku baca, punya cak i’im Cuma diulang sedikit, sedangkan yang biasanya sekarang banyak hingga 113 kali. Trus tawasulnya juga harus ditambah yaitu syaikh Sholahuddin karena beliau sekarang Mursyid kita. Beliau menggantikan abanya syaikh Abdul Djalil Mustaqim yang telah wafat beberapa tahun lalu. Tepatnya tanggal 7 januari 2005. Oh ya ini juga saya bawakan photo copyan-nya hizib kahfi dan buku durotus salikin-nya. Tampak terlihat perubahan wajah cak i’im ketika mendengar bahwa syaikh Abdul Djalil telah wafat. Gurat-gurat kesedihan tampak semakin jelas, ia menyesal sekali kok sampai nggak tahu kalau Mursyidnya telah wafat, tampak sebutir air telah mengembang di pelupuk matanya. Sudahlah cak i’im meskipun syaikh Djalil telah tiada tapi beliau tetap mendo’akan kita kok dan terus membimbing ruhani kita semua. Kan sudah di jelaskan di alqur’an bahwa “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. Kalau bisa sih cak i’im segera aja sowan ke PETA sekaligus ziarah ke makam beliau. Sekalian aku informasikan kepada cak i’im kalu setiap bulan ada pengajian Al-Hikam di Masjid Al-Akbar Surabaya yang diasuh oleh KH. M. Luqman Hakim, MA dari Jakarta, setiap hari sabtu ba’da ashar, setiap minggu ke-4. Ok cak i’im karena sebentar lagi mau maghrib, aku mau sholat maghrib dulu trus langsung pulang sekalian, sekarang aku mau ke toilet dulu. Tampak terlihat ada satu kamar yang kosong, ketika supi’i mau melangkah sudah kedahuluan dari salah seorang wanita yang diceritakan oleh cak i’im. Tanpa basa-basi kemudian wanita itu berkata kepada supi’i sambil tersenyum genit “mas daripada nunggu lama mending kita masuk bersama-sama saja”. Salah tingkah supi’i mendapat tawaran seperti itu, ia Cuma berkata “ terima kasih mbak sampeyan dulu aja, aku ngantri aja gak apa-apa”, sambil tersenyum kecut dia menjawab, tetapi di hati supi’i tetap beristighfar mohon ampunan kepada Allah untuk dirinya, dan untuk mbaknya yang genit itu. Terlihat cak i’im tersenyum geli sambil membuka kedua tangannya mengisyaratkan bahwa ia tak bertanggung jawab atas apa yang barusan terjadi. Sedetik kemudian dia berkata kepada cak supi’i “baiklah sahabatku aku juga mau sholat maghrib juga, lain kali bertemu lagi, terima kasih infonya dan jangan lupa saling mendo’akan”. “sama-sama sahabatku. Semoga engkau tetap istiqomah untuk memberikan nasihat kepada mereka. Ok lain kali kita bertemu Insya Allah.

0 komentar:

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template