tag:blogger.com,1999:blog-45696000278757891272024-03-06T00:25:43.009+07:00Fayz AbdullahFayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.comBlogger31125tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-40774246761065385812010-06-20T14:51:00.008+07:002010-06-21T10:46:07.647+07:00Kitab Kitab Kajian Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili<div style="text-align: justify;">Dalam mengajarkan tasawuf kepada murid-muridnya, Sulthonul Auliya’ Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili menggunakan beberapa referensi kitab kitab diantaranya adalah :<br /><span class="fullpost"> <br /><ol><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Khatam al Auliya’ karangan al Hakim at Tirmidzi.</span> <br />Sebuah kitab yang menghebohkan disaat terbitnya dan banyak menimbulkan kesulitan disebabkan karena pendapat-pendapat yang terkandung didalamnya. <br />Kitab ini cukup menarik dikalangan sufi karena didalamnya mengenalkan berbagai masalah, diantaranya masalah kewalian (wilayat) dan kenabian (nubuwwat) yang dalam beberapa masa kemudian mendapat pengembangan dalam karya karya Ibnu Arabi terutama dalam Futuhatul Makkiyah. Imam Syadzily dalam pengajiannya memberikan syarahan-syarahan terhadap kitab ini dengan jelas dan terperinci dan mendapat perhatian para ulama. Asy Syadzili menguraikan kitab khatamul auliya’ berupa ajaran, ajaran-ajaran itu sangat indahnya hingga Abul Abbas al Mursi sangat tekun memperhatikan. Setiap kali ajaran diberikan tak luput dari kehadirannya, karena ajaran-ajaran yang menguraikan perihal isi kitab itu menurut pandangan beliau amatlah penting artinya. Sampai-sampai kepentingan dakwah beliau tangguhkan karena untuk menghadiri penguraian oleh asy Syaikh berkenaan dengan isi kitab khatamul auliya’ tersebut.<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Al Mawaqif wal Mukhtabah karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Jabbar al Naffari.</span><br />Kitab yang tidak mudah dipahami, karena didalamnya dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat ruhiyah ; karena peliknya penguraian yang terkandung didalamnya, maka tak mungkin dipahami kecuali oleh ahli rasa (dzauqiyah), mereka itu adalah orang-orang khusus. Konon kitab ini adalah pemberiah Tuhan tatkala pengarangnya sedang berkhalwat. Dalam kitab ini pengarangnya menempatkan diri disuatu tempat (muaqif) sedang berdialog dengan Tuhan dan dari dialog itulah lahir ajaran sufi yang tinggi. Imam Asy Syadzili dalam hal ini ingin membuat penguraian untuk memudahkan pengertiannya dan beliau bersedia memberikan bimbingan bagi mereka yang condong dengan alam hikmat. <br />Masih dalam hubungan dengan kitab Al Mawaqif wal Mukhtobat, berkatalah Syaikh Ibn Attaillah tentang Asy Syaikh Abul Hasan yang pada saat itu berada di Kairo di kediaman Az Zaki as Sarah dimana kitab Al Mawaqif sedang dibacakan, maka berkatalah Asy Syaikh “dimana Abul Abbas?” ketika Abbul Abbas datang, berkatalah Asy Syaikh, Wahai anakku bicaralah ! semoga Allah memberkahi padamu, bicaralah ! semenjak dari saat sekarang ini sekali-kali engkau takkan tinggal diam ! Abul Abbas menjawab. Semenjak saat itu lesan asy Syaikh ada padaku.<br />Dalam terjemahan bahasa indonesia kitab ini berjudul “Melihat Allah”, Mustafa Mahmoud dengan Alih Bahasa Abu Bakar Basymeleh dan Ibrahim Mansur, Penerbit Bina Ilmu Surabaya, Cetakan kelima 2006. Atau dalam bahasa melayu kitab ini berjudul “Nikmatnya Melihat Allah” keluaran Pustaka Rumput Abadi.<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Qut al Qulub karya Abu Thalib al Makky</span><br />Kitab ini ditulis menurut acuan syara dengan uraian-uraian dan pandangan-pandangan sufi hingga syariat dan hakikat sejalan dan bersatu. Kitab ini diuraikan dan disyarakan oleh Syaikh Syadzili pasal demi pasal hingga jelas. Kitab ini merupakan salah satu bacaan Imam Al Ghazali ketika meniti jalan sufi. Menurut Syaih Abul Hasan Asy Syadzili, Kitab Qut al Qulub ini ibarat makanan, beliau selalu membaca dan mengajarkannya.<br />Dalam terjemahan bahasa Indonesia kitab ini terdiri dari 2 jilid berjudul “Quantum Qolbu, Nutrusi untuk Hati”, Penerbit Pustaka Hidayah, Cetakan 1 April 2008<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Ihya Ulumuddin karya imam al Ghazali</span><br />Kitab ini merupakan pengembangan dari apa yang telah ditulis oleh Abu Thalib al Makky dalam Qut al Qulub. Dengan berbagai luasan dan pengalaman yang dialami sendiri, al Ghazali lebih tepat memadukan antara syariat dan tasawuf dan dalam karyanya itu ia berhasil memadukannya. Asy Syadzili menyatakan bahwa kitab Ihya Ulumuddin mewariskan kepada kita dengan gemerlapan ilmu, sedang Qut al Qulub mewariskan kepada kita cahaya yang terang benderang.<br />Kitab ini ditulis oleh imam Al Ghazali ketika berkhalwat, beribadah dan dekat dengan Allah SWT. Buku ini adalah buah kedekatannya dengan Allah. Ia adalah sebaik-baik harta simpanan manusia. Imam al Nawawi pernah berkomentar “Ihya” nyaris laksana Alqr’an, sebab rujukannya adalah Alqur’an. Imam al Nawawi sendiri adalah pakar sunnah dan fiqih sehingga komentarnya itu tentu mempunyai nilai tersendiri. Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili selalu membacakan dan mengajarkan buku itu kepada murid-muridnya.<br />Kitab ini sudah banyak diterjemahkan dalam bahasa indonesia, dan tidaklah terlalu sulit untuk mencarinya di toko toko buku.<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab al Syifa yang di tulis oleh al Qadhi Iyadh.</span> <br />Kitab ini di pergunakan oleh Syaikh Abul Hasan Asy Syazdili untuk mengambil berkah dan juga menjadi sumber syarahan-syarahan dengan melihat tasawuf dari sudut pandang ahli Fiqh. Kitab ini termasuk yang diberkahi dan mendapat penghargaan khusus di tengah tengah masyarakat. Syaikh Abul Hasan Asy Syazdili menganjurkan untuk ditekuni dalam menelaah.<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Ar Risalah karya Imam Qusyairi an Naisabury</span><br />Kitab ini dipergunakan oleh Asy Syadzili sebagai permulaan dalam pengajian tasawufnya. Kitab ini dianggap sebagai KUHP-nya tasawuf. Kitab ini ditulis bukan hanya untuk tujuan pengetahuan, tetapi juga untuk menjadi neraca ajaran sufi dan standart amal perbuatan mereka. Didalamnya kitab ini berisi riwayat hidup beberapa syaikh Sufi, juga pembahasan tentang pengertian-pengertian, maqomat, ahwal, adab, akhlak, muammalah dan akidah yang terpatri dalam hati mereka, serta tentang nasihat mereka dan cara mereka menapaki tarekat ini dari awal hingga puncak. Semua ini dimaksudkan agar menjadi kekuatan dan petunjuk bagi salik. Semoga pengakuan kalian pada karya ini menjadi saksi atas diriku. Dan semoga keluhan yang kalian sampaikan menjadi penghibur dukaku. Semoga Allah memberikan karunia dan balasan. Aku senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dalam setiap penjelasan yang aku sampaikan. Aku berlindung kepada-Nya dari segala kesalahan. Aku meminta ampunan dan maaf-Nya. Dialah Zat yang layak atas segala keutamaan dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br />Dalam terjemahan bahasa Indonesia kitab ini berjudul “Risalah Qusyairiyah, Induk ilmu Tasawuf” dengan alih bahasa Syaikh Muhammad Luqman Hakim, MA, Penerbit Risalah Gusti Surabaya, Cetakan ke-6 Juni 2006<br /><br /></li><li><span style="font-weight:bold;">Kitab Al Muharar al-Wajiz karangan Ibnu Athiah</span><br />Kitab ini merupakan salah satu sisi dari pengajian dalam rangka memperlengkapi pengetahuan dan diuraikan dan disyarahkan oleh asy Syadzili. Kitab ini merupakan kitab yang diapresiasi oleh ulama salaf maupun mutakhir. Judul kitab ini telah menunjukkan betapa uraian dalam isi kitab yang dengan jelas kalimat kalimatnya adalah kalimat pilihan dan ibarat ibarat yang dikandung amat halus. Sesuai dengan namanya, tafsir ini memang wajiz (ringkas) walaupun tidak seringkas Jalalain maupun al Baidhawi.</li></ol><br />Demikianlah kitab-kitab yang dipergunakan oleh asy Syadzili dalam pengajian-pengajiannya yang menunjukkan bahwa ajaran-ajaran asy Syadzili dalam tasawuf benar-benar berada dalam jalur sunni.<br /><br /></div></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-91090433841903414772010-05-06T10:20:00.004+07:002010-05-06T13:31:21.949+07:00Doa Tawasul Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy SyadziliDengan Nama Allah Yang maha Pengasih dan Penyayang.<br /><br />Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Dengan pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmatNya dan yang menjamin tambahan-tambahanNya. Wahai Tuhan kami, hanya bagiMu Puji, sebagaimana pujian itu patut terhadap kemulian DzatMu dan Keagungan KerajaanMu<br /><span class="fullpost"><br />Ya Allah limpahkanlah Rahmat kepada junjungan kami, Muhammad Sholallahu alaihi wassalam, yang dengan rahmat itu akan menyelamatkan kami dari semua keadaan yang merisaukan dan marabahaya, mengabulkan kami atas semua hajat, mensucikan kami dari semua keburukan / kesalahan, mengangkat kami kepada setinggi-tingginya derajat disisiMu, menyampaikan kami kepada sesempurna-sempurnanya perkara dari semua kebaikan pada waktu hidup dan setelah mati.<br /><br />Ya Allah karuniakanlah Ridlo atas syaikh Abil Hasan Asy Syadzili beserta para leluhurnya, keturunannya, gurunya, muridnya, isterinya, saudaranya, dari para seluruh wali-wali muqorrobin, dan para ulama yang mengamalkan ilmunya, serta seluruh umat Muhammad Sholallahu alaihi wassalam, setara dengan jumlah bilangan makhlukMu, Keridloan DzatMu, timbangan ArsyMu, dan tinta klimat-kalimatMu.<br /><br />Ya Allah angkatlah derajat dan tinggikanlah kedudukan mereka (yaitu syaikh Abil Hasan sy Syadzili beserta para leluhur, keturunan dan seterusnya) dan kumpulkanlah kami kedalam golongannya, masukkanlah kami kedalam penjagaannya, matikanlah kami pada thoriqohnya, bersama orang-orang yang Engkau karuniai nikmat yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para sholihin.<br /><br />Ya Allah dengan wasilah / perantaraan derajat Syaikh Abli Hasan Asy Syadzili disisiMu, kemuliaan beliau atasMu dan dengan sifat kepemimpinan beliau di sisiMu, kami mohon kepadaMu seluruh kebaikan dan kami berlindung kepadaMu dari semua keburukan.<br /><br />Wahai dzat yang memiliki segala urusan, kami mohon kepadaMu Ya Allah...Ya Allah.. yang kesemuanya dengan wasilah/perantara an syaikh Abil Hasan Asy Syadzili, mudah mudahan Engkau mengabulkan seluruh hajat kami, mengangkat derajat kami, menyembuhkan semua orang yang sakit (diantara) kami, melapangkan semua kesusahan (kesempitan) kami, menghilangkan semua kesedihan kami, mengendalikan semua musuh kami, menggentarkan (menjadikan takut) lawan-lawan kami, dan menyemarakkan negeri kami dengan iman, islam dan nikmat serta karuniakanlah kepada kami rezeqi kebaikan pada akhir hayat kami.<br /><br />Semoga Allah melimpahkan Rahmat kepada junjungan kami, nabi Muhammad sholallahu alaihi wassalam sebagai nabinya umat dan yang menghilangkan kesusahan, beserta segenap keluarga dan sahabat-sahabat beliau dan semoga Allah memberi keselamatan dengan keselamatan yang abadi. Segala puji bagi Alla Tuhan seru sekalian alam. Amiin amiiin Ya robbal ‘aalamiin..<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" >Sumber : MANAQIB SANG QUTHUB AGUNG, Sejarah kehidupan sulthonul auliya' is syayyidi syaikh Abil Hasan asy Syadzily (593 - 656 H / 1197 - 1258 H), H. Purnawan Buchori, Penerbit Pondok PETA Tulungagung, Cetakan Kedua Maret 2007</span><br /></div><br /> </span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-30682710048107468372010-05-05T15:04:00.009+07:002010-05-05T15:45:54.643+07:00Macam-macam Karomah<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight:bold;">Karomah Hissiyyah</span><br /><br />Adalah karomah yang bisa disaksikan oleh orang-orang awam, semisal : mengtahui isi hati seseorang, memberitahukan sesuatu yang sudah terjadi atau akan terjadi, berjalan di atas air, memperpendek jarak perjalanan, menghilang dari pandangan mata, dikabulkannya doa dalam waktu dekat .... dsb. Karomah Hissiyyah ini muncul dari anggota tubuh seseorang, yang meliputi :<br /><span class="fullpost"> <br /><ol><li>Mata<br />Barang siapa menggunakan matanya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larangan-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah antara lain : bisa melihat orang yang akan datang dari tempat yang sangat jauh, bisa melihat sesuatu dari balik hijab/tembok. Bisa melihat benda yang berada di tempat yang gelap, bisa melihat ka’bah ketika sedang sholat, bisa melihat alam malakut atau alam ruhani, yaitu alam para malaikat dan jin, serta bisa melihat Nabi Khidir dan para wali abdal.<br />Sebagian para Auliya’ ada yang bisa mengenali orang-orang berbuat maksiat dengan melihat tanda hitam pada anggota tubuhnya. Semisal orang yang habis mencuri pada tangannya terlihat ada noda hitam. Orang yang habis berjalan menuju tempat maksiat pada kakinya terlihat ada noda hitam.<br />Sebagian dari auliya’ ada yang di kasyf, sehingga bisa melihat keadaan surga dan neraka serta para penghuninya.<br /><br /></li><li>Telinga<br />Barang siapa menggunakan telinganya untuk beribadah kepada Allah SWT, serta menjauhi larangan-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macm karomah, antara lain ; Bisa mendengarkan pembicaraan binatang dan benda-benda mati.<br />Sebagian dari Auliya’ ada yang diberi karomah, bisa mengetahui kegunaan tumbuh-tumbuhan dan binatang karena masing-masing dari tumbuhan dan binatang tersebut mengatakan kepadanya “kegunaanku untuk demikian.. demikian.. demikian..”. <br />Dan sebagian dari mereka diberi anugerah bisa mengetahui khasiat dari bebatuan, semisal : Batu akik, zamrut dan sebagainya.<br />Sebagian dari Auliya’ ada yang bisa mendengarkan suara malaikat yang mengcapkan salam dan berkata-kata kepada dirinya. Suara tanpa rupa ini biasa disebut dengan istilah Haatif.<br /><br /></li><li>Lisan <br />Barang siapa menggunakan lisannya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larangan-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : bisa berbicara dalam segala alam bisa berbicara dengan orang mati dan bisa mengkhabarkan kejadian-kejadian yang sudah lewat dan yang akan datang.<br />Sebagian auliya’ ada yang diberi karomah bisa berbicara dengan orang yang telah meninggal dunia seperti : Abu Said al-Khorroz, syaikh abdul Qodir al Jailany, Syaikh Taqiyyuddin as Subki, dsb.<br />Sebagian auliya’ ada yang diberi karomah bisa berbicara dengan tumbuh-tumbuhan, seperti yang terjadi pada Ibrahim bin Adhom, suatu ketika berbicara kepada pohon delima yang berjanji kepadanya akan mengeluarkan buah yang manis dan lebih besar dari ukuran biasanya.<br /><br /></li><li>Tangan<br />Barang siapa menggunakan tangannya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larang-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : Bisa mengeluarkan sinar dari telapak tangannya, bisa memancarkan air dari jari-jarinya, membutakan musuh dengan melemparkan debu ke arahnya, serta bisa mengambil sesuatu yang diinginkan dari alam ghaib.<br /><br /></li><li>Perut<br />Barang siapa menggunakan perutnya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larangan-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : Allah akan memberi tanda-tanda tertentu jika perutnya dimasuki makanan atau minuman haram, menjadikan banyak pada makanan yang sedikit sehingga bisa mngenyangkan orang banyak, bisa merubah satu macam makanan menjadi bebrapa macam, dikirimi makanan atau minuman oleh sebangsa jin atau malaikat, bisa merubah air asin menjadi tawar dsb.<br />Sebagian auliya’ ada yang mendapat kiriman makanan, susu dan madu dari alam ghaib, manakala mereka merasakan sangat lapar atau dahaga, sementara itu di tempat tersebut tidak di jumpai makanan dan minuman yang halal.<br />Sebagian auliya’ ada yang di beri karomah bisa merubah makanan atau minuman yang dihidangkan kepadanya. Sebagaimana yang terjadi pada syaikh Isa al Hattar al yamani yang mendapat kiriman dua guci yang berisi arak. Beliau menbuka dan menuangkan isi guci tersebut seraya mengucapkan basmalah lalu mempersilahkan kepoada para hadirin untuk menikmatinya, ternyata arak tersebut telah berubah menjadi samin yang lezat.<br />Sebagian auliya’ ada yang tidak mempan diracun. Mereka menenggak racun sebagaimana menenggak air putih dan sama sekali tidak membahayakan dirinya.<br /><br /></li><li>Alat Kelamin<br />Barang siapa menggunakan alat kelaminnya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larang-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : bisa menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta, di beri kekuatan meninggalkan perkara-perkara yang melalaikan dari beribadah kepada Allah..dsb.<br />Sebagian auliya’ ada yang diberi karomah bisa menghidupkan binatang yang telah mati seperti kisah :<br /><ol><li>Abu Ubaid al Bisri yang kuda tunggangannya terbunuh ketika bertempur di medan perang, lalu ia berdoa kepada Allah agar berkenan menghidupkan kembali kuda tersebut. Beberapa saat kemudian kuda itu hidup kembali.<br /></li><li>Syaikh Ad Damamini menyeru kepada seekor burung yang telah mati dan digoreng diatas wajan penggorengan ; “Wahai burung terbanglah”, maka seketika itu juga burung itu hidup kembali dan terbang ke angkasa.<br /></li><li>Syaikh al Ahdal memanggil manggil seekor kucing peliharaannya yang telah mati, lalu kucing tersebut hidup kembali dan datang memenuhi panggilannya.<br /></li><li>Syaikh Abdul Qodir al Jailany yang menyeru kepada ayam panggang yang telah dimakannya dan tinggal tulang belulangnya :”Wahai ayam, bangunlah atas seizin Allah yang maha menghidupkan tulang-tulang yang usang !”, maka seketika itu juga sang ayam itu berdiri dan berkokok.<br /></li><li>Syaikh Abu Yusuf ad Dahmaani, suatu ketika melayat orang yang meninggal dunia. Beliau menghampiri di dekat jenazahnya, lantas menyeru : “Wahai fulan berdirilah atas seizin Allah !” maka seketika itu juga jenazah tersebut hidup kembali dan diberi umur yang panjang.<br /></li><li>Imam as Subki meriwayatkan dari Syaikh Fathuddin Yahya, ia melihat ayahnya, yaitu syaikh Zainuddin mendoakan anak kecil yang mati karena terjatuh dari atas loteng. Seketika itu juga anak kecil itu terbangun dari kematian dan hidup kembali.</li></ol><br /></li><li>Kaki<br />Barang siapa menggunakan kakinya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larang-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : bisa berjalan diatas air, melipat jarak perjalanan, berjalan di udara... dsb.<br /><br /></li><li>Hati<br />Barang siapa menggunakan Hatinya untuk beribadah kepada Allah serta menjauhi larang-larangannya, maka akan dianugerahi berbagai macam karomah, antara lain : bisa mengetahui sesuatu yang akan terjadi, mengetahui rahasia-rahasia kemakrifatan .. dsb.<br />Sebagian auliya’ ada yang di kasyf (dibukakan mata hati) sehingga bisa menguasai berbagai macam ilmu an Nadhoriyyah dan ilmu Syar’iyyah.<br />Sebagian auliya’ ada yang diberi anugerah bisa memahami ayat-ayat al Qur’an yang di dengarnya, meskipun tidak pernah mempelajari Tafsir dari ayat-ayat tersebut.<br /></li></ol><br /><span style="font-weight:bold;">Karomah Ma’nawiyyah</span><br /><br />Adalah karomah–karomah yang tidak dimengerti oleh orang-orang awam, namun hanya di mengerti oleh orang-orang alim saja. Diantara karomah ma’nawiyyah itu ialah : Istiqomah menjalankan adab-adab syareat, memiliki akhlaq yang terpuji, bergegas dalam menjalankan kebaikan hatinya disucikan dari sifat-sifat yang tidak terpuji semisal : iri, dengki, berburuk sangka..dsb, merasa selalu diawasi oleh Allah ..dsb. ini semua adalah contoh-contoh dari karomah yang sebangsa ma’nawi. <br />Berkata imam al Qusyairi : “<span style="font-style:italic;">Sesunguhnya karomah yang paling agung ialah terus menerus memperoleh pertolongan untuk mengerjakan ketaatan-ketaatan serta dijaga dari kemaksiatan-kemaksiatan dan larangan-larangan</span>”.<br />Sebagian auliya’ ada yang diberi karomah bisa memanjangkan waktu yang semestinya tidak cukup melakukan amal yang banyak, semisal :<br /><ol><li>Syaikh Umar asy Syafi’i rohimahullahu ta’ala, mampu mengarang berpuluh-puluh kitab, menghatamkan al Qur’an dalam setiap harinya sebanyak satu kali khataman dan pada saat bulan ramadhan sebayak dua kali khataman, mengajar, memberikan fatwa, berdzikir dan kegiatan-kegiatan lainnya. Padahal beliau menderita 30 macam penyakit yang tak kunjung sembuh sampai akhir hayatnya. Dan jika dihitung-hitung menurut akal, antara umurnya dan kitab-kitab yang dikarangnya serta amal ibadahnya, tidaklah cukup untuk melakukan itu semua.<br /></li><li>Imam Haromain al Juwaini, betapa banyak kitab yang dikarangnya, sementara itu dalam kesehariannya, beliau disibukkan mengajar beribadah, menyampaikan fatwa-fatwa untuk masyarakat dan kegiatan-kegiatan lainnya.<br /></li><li>Syaikh Muhyidin an Nawawi, betapa banyak kitab yang dikarangnya dan seandaimya seluruh umurnya digunakan untuk menyalin tulisan-tulisannya, niscaya tidak akan mencukupi. Padahal selain mengarang kitab, beliau juga disibukkan mengajar, membaca al Qur’an, mengerjakan sholat-sholat sunnah, disibukkan dengan majelis fatwa dan kegiatan-kegiatan yang lain.</li></ol><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" class="fullpost" >Sumber : Mengenal Wali Wali Allah, M. Ridlwan Qoyyum Said, </span><span style="font-size:85%;"><br /></span><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" class="fullpost" >Penerbit Mitra Gayatri, tanpa tahun</span><br /></div><br /></div><br /> </span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-79497208620556310032009-11-27T19:06:00.007+07:002009-11-27T19:30:31.203+07:00Pengakuan Syaikh Abdul Halim Mahmud tentang Kekeramatan<div style="text-align: justify;">Ketika saya memulai penyusunan kitab ini [Asy Syadzily], tiba-tiba saya menghadapi suatu kemusykilan yakni mengenai “Kekeramatan” [karomah], dimana soal kekeramatan ini amat banyak kita jumpai terutama dalam kitab-kitab lama yang berisi tentang syaikh Abul hasan, maka tidak mungkin kekeramatan ini kita abaikan tanpa, membuka peluang untuk kita bicarakan.<br /><br />Akan kunukil keseluruhannya, lalu aku meninggalkan tanggung jawab dengan menimpakan pada orang-orang yang telah menyebutnya?</div><span class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">Dengan menempuh jalan sebagaimana yang tersebut diatas, apakah kiranya patut disebut kalau aku melakukan sesuatu yang baik bagi syaikh Abul hasan atau pula kebalikannya?<br /><br />Orang-orang yang terpelajar dimasa kini kurang senang kalau disebutkan soal kekeramatan dengan begitu saja tanpa diperhitungkan, apalagi secara berlebihan dalam penuturan. Lain halnya dengan orang yang mengikuti para wali dimanapun juga ia berada, ia akan berupaya agar hal kekeramatan itu selalu disebut demi untuk menambah semaraknya sang wali dan menggusarkan bagi mereka yang kurang menyukai.<br /><br />Mengenai mereka yang mengingkari kekeramatan, mereka mengingkari juga mukjizat-mukjizat walaupun dapat dicapai oleh panca indera sebagai mana yang tersebut dalam sunnah yang benar yang beritanya telah disaring oleh para ahli riwayat hadist berkenaan dengan Rasulullah SAW. Mereka berkenaan dengan mu’jizat sudah merasa cukup dengan adanya Alqur’an dan enggan mengakui selainnya walaupun yang dibawakan oleh pemuka-pemuka hadist sebagaimana imam bukhari dan imam muslim dan dari beberapa kitab hadist yang banyak ragamnya.<br /><br />Jiwa orang sekarang kurang dapat menerima kekeramatan, mereka akan mengolok-olok secara terang-terangan kepada siapa yang membawa riwayat dengan imbuhan tentang kekeramatan seorang wali.<br /><br />Akan kuikuti pulakah jejak mereka yang ingkar ? badai kemusykilan ini kuhadapai dengan tegas, akupun tidak maju mundur sejak memulai dari mukadimah dan kusebutkan dengan jelas akan halnya kekeramatan pada diri Syaikh Abul hasan sesuai dengan riwayat syaikh abul abbas ra. Tidak sedikitpun keraguan dalam hatiku mengenai kebenarannya. Aku pun menukil beberapa riwayat kekeramatan yang sesuai dengan isi kitabku.<br /><br />Mengapa begitu lancar usaha penukilan dalam kitab ini ? mengapa ? Hal-hal berikut inilah yang menjadi jawaban atas pertanyaan diatas :<br />1. Bahwa alqur’an sendiri membicarkan dengan susun kata tanpa kesamaran tentang mukjizat dimana Allah bermurah memberikan mukjizat-mukjizat itu kepada Rasul dan para NabiNya. Dan didalam alqur’an pula dibicarakan masalah kekeramatan bahwa itu adalah Anugerah Allah SWT kepada para auliya’ dan ashfiya’Nya (para pilihanNya). Bukanlah alqur’an telah membicarkan dengan jelas hingga tidak memerlukan takwil, bahwasannya Isa as, membentuk burung dari tanah kemudian ia tiup maka menjadilah seekor burung yang hidup dengan izin Allah ? dan Al masih menyembuhkan orang buta dan sopak, juga menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah. Didalam alqur’an didapati pula tentang Nabi Musa as, yang melemparkan tongkatnya tiba-tiba menelan apa yang mereka (ahli sihir fir’aun) pamerkan. Dan ia yang mengeluarkan tangannya lalu tampak putih bagi yang melihat, dan bunda Maryam yang hamil tanpa sentuhan lelaki, bukannya kesemuanya ini malanggar tabiat dan adat ? betapa pula keheranan zakaria yang melihat makanan yang tersedia dalam bilik maryam, hingga beliau menanyakan “Wahai Maryam ! dari mana kau dapatkan kesemuannya ini ?” Maryam menjawab dengan tenang “ Dari sisi Allah SWT.<br />2. Nama peraturan tabiat sebenarnya yang tepat adalah adat kebiasaan alam. Pelanggaran terhadap adat bukanlah barang mustahil bagi pertimbangan akal. Adat kebiasaan alam tidak dapat menguasai Tuhannya alam semesta.<br />3. Tangan-tangan yang dilalui oleh mukjizat atau kekeramatan tiadalah mereka mengaitkan dengan dirinya, tetapi menasabkan kepada yang Maha Pemurah yang Maha pemberi, yang memiliki kekuasaan yang mampu menaklukan dan memaksakan. Mereka itu menasabkan kepada Dia yang berkuasa sepenuhnya atas segala sesuatu.<br />4. Kalau kita mengarahkan selidik kita pada mereka yang ingkar terhadap kekeramatan, mereka itu tiada bedanya dengan warna kekejaman dan kekerasan hati, kalau anda tengok agak kedalam, anda akan mendapati mereka bukanlah orang yang memiliki perasaan yang halus, tidak pula padanya bashirah apalagi kemalaikatan ruh, mereka itu kalau bukan dari golongan mulhid (atheis) adalah dari jenis yang imannya belum meresap kedalam lubuk ghatinya dan masih merupakan sesuatu yang terapung dan belum mendasar.<br />5. Jumhur para muslimin sepanjang masa baik para awam atau para khusus ataupun yang sudah tinggi ilmu agamanya tidak satupun yang mengingkari, dan kesemuanya mengimani kekeramatan.<br /><br />Sebab sebab yang sudah saya sebutkan diatas membantu saya untuk menelusuri dan menukil dari kekeramatan Asy Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili. Ada pula sebab lain yang bersifat khusus, tanpa mendabik dada aku katakan bahwa aku dapat menghadapi kemusykilan itu dengan mudah. Terus terang tanpa sedikitpun rasa sombong bahwa diriku ini bukanlah pribadi yang dipermainkan oleh waham dan khayal dan tidaklah pada hari-hari yang kutinggalkan menjadi mangsa kebatilan dan khurafat. Kepunyaan Allah-lah segala kurnia dan pemberiaan. Telah menjauh antaraku dengan pengaruh yang membekas (iehaa’-mempesonakan) yang membawa kepada waham dan khayal.<br /><br />Kalau aku menambahkan berbagai sebab khusus, kesemuanya itu adalah agar keyakinan itu penuh dengan kepercayaan. Semoga Allah memberi hidayah kepada siap yang dalam hatinya kesediaan untuk menerima kebaikan dan pada ruhnya terdapat sendi-sendi untuk menampung kebenaran.<br /><br />Disaat mengakhiri kitab ini tiba pula cobaan yang tak putus-putusnya, cara yang kutempuh tak lain adalah melindungkan diri kepada Allah disertai mohon kelapangan, tiba-tiba pada suatu hari telah datang kepadaku seorang yang saleh, yang mana beliau itu amat memaklumi hal-hal dari permulaan kitab ini. Beliau memberikan kepadaku gulungan kertas yang berisi “Shighah” (cara-cara bershalawat kepada Rasulullah saw). Pak saleh ini berkata bacalah dengan tekun dan selamilah kedalaman arti yang terkandung, bacalah seorang diri dimalam hari, semoga dengan demikian sirnalah apa yang selama ini membebani dirimu dan terbukalah apa yang selama ini mengaburkan.<br /><br />Akupun beriktikaf mengasingkan diri dalam bilik sehabis sholat isya’, aku nyalakan lampu kamarku setelah itu kertas dari pak shaleh itu mulai kusentuh dan kubuka, berulang-ulang ku baca shighah shalawat yang tertera di atas kertas itu, ku selami dengan tekun kedalaman arti yang terkandung. Tiba-tiba dengan cara mendadak huruf-huruf tulisan dalam shighah itu menyala-nyala berkilau dengan cemerlang sekalipun lampu didalam kamarku terang menyala, tetapi huruf-huruf dengan cahayanya mampu mengalahkan terangnya lampu. Mungkin saja mataku silap maka kugosok mataku berulang kali, tetapi huruf itu tetap meyala dengan penuh gemerlapan yang amat mempesonakan.<br /><br />Sadarlah aku sekarang betapa Allah membuka pintu RahmatNya, aku bersyukur, puja-puji kuhadapkan kepadaNya. Nur yang keperoleh ini merupakan rumus yang mampu menyirnakan beban derita dan menghilangkan duka cita, itulah “kekeramatan shighah yang diberkahi.<br /><br />Satu pelanggaran adat yang terjadi di hadapan mataku adalah apa yang pada suatu pagi, dimana aku sedang duduk diruang perpustakaan dalam rumahku. Sudah teradat pada diriku, sebelum aku memulai membaca, kurenungkan pikiranku dengan menundukkan kepala sambil memejamkan mata dan setelah itu kepala baru ku angkat dan kubuka mataku, di pagi hari itu demikian pula yang kulakukan, tetapi setelah kuangkat kepalaku dan kubuka mataku, nampak dihadapanku sesosok tubuh seorang lelaki kekar, kulitnya berwarna sawo matang, kepalanya dibalut dengan kain putih yang oleh penduduk hijaz diberi nama al-fitrah. Besar tubuhnya lebih patut dikatakan kurus dan berdirinya agak membungkuk.<br /><br />Sekujur badannya kulihat dengan nyata sampai-sampai corak pakainnya kulihat penuh ketelitian, suatu keanehan pula bahwa perasaanku tidak gentar sedikitpun menghadapi orang itu. Tidak sepatah katapun keluar dari lesannya dan akupun demikian juga, kami hanya saling pandang memandang, lama kelamaan mulai tampak kabur sedikit demi sedikit, pandanganpun mulai menipis hingga akhirnya lenyap sama sekali.<br /><br />Demikianlah kesaksian penuh pesona tanpa gerak sedikitpun yang kualami di pagi hari yang cerah itu.”pelanggaran adat” yang bagaimana pula yang akan kualami setelah kesemuanya ini ?<br /><br />Orang yang mengingkari pelanggaran adat dan mengingkari kekeramatan para wali Allah, mereka itu mengingkari jerih payah manusia sebagai penyelidik semenjak wujudnya manusia. Mereka mengingkari penetapan alqur’anul karim, mengingkari jumhur umat, dan setelah pengalaman pribadiku yang hanya beberapa detik itu, makin kokohlah pendirianku bahwa kekeramatan Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili dan hal ini sudah kumulai sejak mukadimah secara langsung dan penetapanku pula yang sudah disaksikan oleh Quthub besar Abus Abbas Al Mursi, beliau sudah menyaksikan dengan kesaksian yang meyakinkan.</div><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" >Dari Kitab “Asy Syadzili” karya Syaikh Abdul Halim Mahmud,<br />Dalam Terjemahan Bahasa Indonesia berjudul : “Abul Hasan Asy Syadzili ; Kehidupan Do’a dan Hizibnya” <br />diterjemahkan Oleh Abu Bakar Basymeleh dan Ibrahim Mansur,<br />Penerbit Mutiara Ilmu Surabaya, Cetakan Pertama Desember 1992</span><br /></div><br /></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-41544835104808397102009-11-26T20:51:00.012+07:002009-11-27T19:06:44.532+07:00Syaikh Abdul Halim Mahmud<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcWg4zkHK7PybFshef-ToBEA3ZDppN8g7HOQtpZE3QKL6sZO2DbYjTI7sJ7BjgKqmPEa1y8XL16AcvKAIXKn1wpNp2zb2xx_uoaXDaUGJaWTa8590D2rWY7Q5ctCWjQu2PZA8OXMQu_Ds/s1600/Syaikh+Abdul+Halil+Mahmud.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 300px; height: 225px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhcWg4zkHK7PybFshef-ToBEA3ZDppN8g7HOQtpZE3QKL6sZO2DbYjTI7sJ7BjgKqmPEa1y8XL16AcvKAIXKn1wpNp2zb2xx_uoaXDaUGJaWTa8590D2rWY7Q5ctCWjQu2PZA8OXMQu_Ds/s320/Syaikh+Abdul+Halil+Mahmud.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5408411721137538786" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Abdul Halim Mahmud dilahirkan di desa al-salam daerah bilbis dimesir pada tahun 1910 dalam lingkungan keluarga yang kuat dan spiritual yang tinggi. Ia mulai belajar didesa itu dan melanjutkan pada sekolah menengah lanjutan pada perguruan al Azhar. Setelah tamat pada menengah lanjutan, atas anjuran orang tuannya yang alumnus al Azhar, ia melanjutkan pada universitas al Azhar kairo. Setelah menamatkan di universitas al Azhar, ia meneruskan perkuliahan di univrsitas sorbon Perancis, dan kemudian memperoleh gelar doktor dengan bimbingan prof. Dr. Louis Mossingon dengan disertasi yang membahas tentang tasawuf al Harist al Muhasibi pada tahun 1942.</div><br /><span class="fullpost"><div style="text-align: justify;">Sebagaimana kebanyakan sarjana mesir yang tamat di luar negeri, setelah pulang ia tidak lagi memakai jubah dan surban sebagaimana biasanya ulama al Azhar, namun ia memakai pantolan lengkap dengan dasi dan rambut tersisir rapi, tetapi keadaan itu tidak berlangsung lama, sampai ia pada suatu malam bermimpi bertemu ayahnya yang sudah meninggal dan dalam mimpi itu ia diminta ayahnya untuk meninggalkan pantolannya dan menggantinya dengan lazimnya pakaian ulama al Azhar. Sejak itu ia mulai memakai jubah dan sorban dan sejak itu pula keruhaniannya mulai berubah, mulai menukik kedalam lautan hakikat.<br /><br />Setelah ia pulang dari perancis ia diangkat oleh pemerintah menjadi dosen di universitas al Azhar dan selang beberapa tahun ia diangkat menjadi dekan fakultas ushuluddin, beberapa tahun kemudian ia diangkat sebagai guru besar dan menjadi anggota rektor magnifikus universitas al Azhar, suatu kedudukan yang tinggi setingkat perdana menteri.<br /><br />Selama menjadi dosen itulah ia banyak bepergian ke berbagai negara di timur tengah untuk penelitian di bidang tasawuf dan memberikan kuliah di beberapa universitas.<br /><br />Ia amat dihormati dan disegani baik kalangan rakyat, pejabat, intelektual maupun ulama mesir bahkan juga dunia islam. Setelah syaikhul akbar Mahmud Syaltout meninggal dunia, maka mesir tidak lagi diwarnai fatwa-fatwa modern dalam bidang fiqih, tetapi dengan itu mulai bangkit suatu spiritualitas baru dengan tampilnya syaikhul akbar Abdul Halim Mahmud. Masyarakat mesir mendapat curahan baru air sejuk kerohanian yang terpancar dari pribadi luhur dan ceramah-ceramahnya yang sejuk, baik melalui pertemuan-pertemuan umum maupun dalam seminar atau peringatan hari-hari besar islam.<br /><br />Kehidupan sebagai seorang sufi di masa modern tergambar dalam kehidupannya sehari-hari. Penulis menyaksikan sendiri betapa hidupnya yang amat sederhana, demikian juga rumahnya yang kecil dengan perabotan yang seadanya, hanya dipenuhi oleh kitab-kitab diberbagai sudut rumah, walaupun jabaan begitu demikian tinggi. Wajahnya selalu cerah, dengan percakapan yang selalu terbatas tapi mulutnya selalu zikir dengan tasbihnya selalu berputar. Kalau bepergian ia selalu lebih banyak menggunakan bus umum daripada mobil dinasnya. Kalau ia memberikan kuliah biasanya di auditorium muhammad abduh, dan sebelum ia datang, mahasiswa sudah siap dan kalau dia sudah masuk ruangan tidak satupun yang berani masuk. Ia amat berwibawa, dihormati dan disegani.<br /><br />Kedudukan Abdul Halim Mahmud bukan hanya mendapat tempat di hati rakyat, pejabat atau ulama, bahkan juga mendapat tempat di hati presiden anwar saddat. Apabila Mahmud Syaltout menjadi penasihat spiritual presiden Gamal Abdul Naser maka Abdul Halim Mahmud menjadi penasehat spiritual presiden Anwar Saddat. Konon setelah bertahun-tahun dipersiapkan oleh mesir untuk mengadakan penyerangan menghancurkan benteng bar lev yang menjadi kebanggaan dan lambang supremasi militer israel itu, tiba-tiba Abdul Halim Mahmud bermimpi bertemu rasulullah dan rasulullah memberi isyarat untuk segera mengadakan penyerangan terhadap israel. Hasil mimpi itu segera disampaikan kepada presiden anwar saddat. Setelah diadakan pertimbangan militer anwar saddat segera memerintahkan penyerangan yang terkenal dengan perang ramadhan. Benteng Bar Lev yang dibanggakan israel hancur berantakan dan israel mengalami kekalahan besar.<br /><br />Abdul Halim Mahmud memiliki karya-karya yang cukup banyak diantaranya adalah<br />1. Al tafkir al falsafi fi al islam<br />2. Al tasawuf inda ibnu sina<br />3. Al ri’ayat lihuquqillah li al mahasibi<br />4. Abu madyan al ghaust<br />5. Al syibli<br />6. Ahmad al badawi <br />7<span style="color: rgb(204, 0, 0); font-weight: bold; font-style: italic;">. Al Syadzaly</span><br />8. Qadhiyyat al tasawuf al munqidzu min la dhalal li al ghazali<br />9. Al islam wa al aql<br />10. Al rasul<br />11. Asrar al ibadat fi al islam<br />12. Dan lain-lain<br /><br />Kalau kita kaji karya karya Abdul Halim Mahmud dalam bidang pemikiran islam maka tampak sekali bahwa ia amat menghargai para sufi islam dari manapun asalnya dan dari aliran manapun mereka. Dalam mengikuti pengajian halaqoh beliau, penulis belum pernah mendengar beliau menyalahkan sufi yang berbeda pendapat dengan beliau. <br /><br />Baginya jalan tasawuf adalah jalan yang selamat, akomodatif dan konstruktif bagi kehidupan dan kemajuan. Tasawuf membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Dalam berbagai tulisannaya ia menunjukkan betapa para sufi telah bekerja membantu para fakir miskin, membangun masyarakat, meluruskan jalan pemerintahan dan berjuang membela negara. Ia membela kaum sufi dari berbagai tuduhan dengan jawaban-jawaban yang memuaskan , dan tuduhan terhadap kaum sufi itu dianggapnya sebagai mengada-ada. Ia tunjukkan beberapa sufi yang memiliki gelar sebagai orang pekerja sebagai pemintal benang, tukang jahit, pedagang dan sebagainya, sebagaimana halnya beberapa sufi yang gugur dimedan perang untuk membela negara. Oleh karena itu melalui jalan tasawuf kaum muslimin akan bangkit dan selalu aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping teori-teori yang di kemukakannya dalam karya-karyanya itu juga tampak dalam kehidupannya sendiri , meskipun hidup dalam kehidupan tasawuf, namun ia berjuang dengan gigih berjuang baik melalui pribadi maupun jabatan negara yang disandangnya untuk kepentingan masyarakat, negara dan agama. Dengan begitu tasawuf bukan membuat masyarakat menjadi mundur, namun ia merupakan ajaran yang positif dan etos dinamisasi masyarakat. baginya tasawuf adalah kebersihan rohani dan usaha-usaha yang konstruktif dalam rangka menuju kepada Ilahi dan berolah penyaksian (Musyahadah) daripadaNya.<br /><br />Berbicara tentang Musyahadah maka kita berbicara tentang pengetahuan puncak sufi yang didapat tidak lagi melalui logika atau indera, namun ia didapat melalui mata hati yang disebut dengan bashirah, sedang pengetahuan para sufi adalah pengetahuan ilham dari Allah.<br /><br />Menurut Abdul Halim Mahmud, mata hati (bashirah) itu hanya bisa berfungsi kalau telah mencapai kebersihan rohani dan kebeningan jiwa hingga terang seterangmya mencapai Cahaya Ilahi. Maka tingkat pengetahuan sufi adalah tingkat kedua setelah Nubuwwah Nabi. Untuk mencapainya harus melalui maqomat dan ahwal dimana maqomat merupakan jalan bertingkat yang terus menerus diusahakan, sedang ahwal adalah keadaan pemantapan rohani yang menyejukkan dan menyegarkan yang diberikan dalam Rahmat Rabbani.<br /><br />Pedoman perjalanan sufi tidak lain adalah Rasulullah sendiri. Untuk itu diperlukan syarat-syarat. Syarat pertama harus harapan penuh kepada Allah, kedua harapan akan berjumpa dengan hari akhir, dan ketiga selalu dzikir kepada Allah. Dengan persyaratan itu seseorang telah mulai memasuki pintu menuju Tuhan dan mulailah tumbuh tekad untuk tegar menuju Tuhan dan memperbanyak tobat bila terjadi alpa atau lupa. Apabila tobat telah benar akan menumbuhkan wara’ yaitu meninggalkan segala bentuk syubhat dan hal itu akan mengantarkan kepada kedudukan zuhud, suatu kehidupan sederhana dalam segala hal, dan kedudukan ini menyampaikan lagi kepada kedudukan berikutnya yaitu tawakkal. Tawakkal adalah memberikan dan mempasrahkan segala hasil usaha karena kecintaan kepada-Nya. Dengan itu kecintaan mulai tumbuh dan semakin kuat dan pendorong segala usaha dan tingkah laku itu sesuai dengan kehendak yang dicintai. Apapun yang dikehendaki yang dicinta akan dilaksanakan dengan patuh dan penuh Ridha. Ridha merupakan maqam akhir menuju Tuhan.<br /><br />Demikian perkembangan kesufian seseorang, menurut Abdul Halim Mahmud, dimulai dengan rasio dilanjutkan dengan perkembangan ruhani yang meningkat hingga bashirah menyampaikan kepada Musyahadah.<br /><br />Adalah amat mengesankan apa yang menjadi jalan tasawuf Abdul Halim Mahmud tersebut dan hal itu juga di tunjukkan dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang sufi dan sarjana yang disegani. Kepribadian sufi yang luhur, disamping memiliki jalan tasawuf itu ia juga mampu menampilkan keunggulan spiritual islam ditengah kancah materialisme abad XX, hingga menimbulkan optimisme dan harapan-harapan baru.<br /><br />Abdul Halim Mahmud dikenal dikalangan ulama dengan syaikhul akbar, dikalangan masyarakat dikenal dengan al imam, dan dikalangan sufi digelari dengan abul ‘Arifin. Bapak para sufi ini wafat pada tahun 1978 dengan diantar oleh ulama, pejabat, dan kaum muslimin yang melimpah ruah ditempat pemakamannya yang khusus untuk para ulama. Lahu al Fatihah .........</div><br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" class="fullpost" >Sumber : Ajaran dan Teladan Para Sufi, Drs. H.M. Laily Mansur, LPH, </span><span style="font-size:85%;"><br /></span><span style="color: rgb(255, 102, 0); font-weight: bold;font-size:85%;" class="fullpost" >Penerbit Srigunting edisi 1 cetakan ke 3, januari 2002</span><br /></div><br /><br /></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-63313841214593737842009-07-15T23:24:00.015+07:002009-07-16T00:02:58.715+07:00Munajat Si Pendosa<div style="text-align: justify; color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-size:120%;">Ya Allah, kini kami sadar mengapa kami mudah terjerumus dalam kesalahan. Itu karena kami percaya pada diri kami, pada amal kami, dan pada hati kami. Seharusnya kami sadar bahwa kami wajib bersandar. Ya, bersandar kepada Engkau, Ya Allah </div></span><br /><span class="fullpost"><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-size:120%;">Ya Allah, kini kami sadar mengapa kami selalu mengulang kemaksiatan. Itu kerana kami selalu berbangga dengan setiap ketaatan yang kami lakukan. Seharusnya kami sadar bahwa bukan kami sendiri yang membuat diri kami taat, melainkan Engkau (yang mengkehendaki), Ya Allah!</div></span></span><br /><span class="fullpost"><div style="text-align: justify; color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-size:120%;">Ya Allah, kini kami sadar mengapa kami selalu melayang karena pujian, selalu terinjak oleh hinaan. Itu karena kami sebentar-sebentar melupakan-Mu. Seharusnya, kami sadar bahwa Engkau-lah Tujuan utama kami, bukan makhluk yang mudah menghina dan memuji.<br /><br />Ya Allah, lesatkanlah ruh-Mu untuk menggusur nafsu di hati kami! <br />Ya Allah, tuntun kami ke samudera ketulusan yang tanpa batas, ke angkasa kerinduan tanpa akhir; demi-Mu, untuk-Mu!<br /><br />Ya Allah, daku bersyukur kepada~Mu, atas masih hidupnya kalbuku.<br /><br /><span style="color:#F00303"><span style="font-size:80%;"><div style="text-align: right;">Sumber : “Sadar untuk Bersandar, Gemala Hikmah Ibn 'Atha'illah“ karya Muhammad al-Ghazali, Penerbit Serambi, 2003</span></span></div><br /></div></span></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-27252828812483869772009-06-22T21:33:00.012+07:002009-06-22T22:49:04.722+07:00Maksiat Laris Manis<div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Pernahkah anda berbohong…., atau apakah anda pernah dibohongi.... ?, mungkin hampir sebagian besar jawabnya adalah iya, karena dusta atau bohong adalah jenis “Maksiat Laris Manis”, jenis maksiat yang paling banyak dan sering dilakukan oleh orang-orang. Padahal berbohong atau berdusta adalah salah satu akhlaq yang tercela, bahkan orang yang berdusta atau berbohong sudah termasuk ciri-ciri munafiq sebagaimana Hadist nabi yang berbunyi :</div> <span class="fullpost"><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-size:110%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> <span style="font-style: italic;">“ Tiga (hal) Barang siapa ketiganya ada padanya maka ia munafiq, sekalipun ia berpuasa, sholat, haji, umroh dan berkata “Sesungguhnya aku adalah seorang muslim”, : (1) Orang yang apabila ia berbicara ia dusta, (2) Apabila ia berjanji ia menyalahi dan (3) Apabila dipercaya ia berkhianat.“</span></span></span></div><span style="color:#F00303"><span style="font-size:80%;"><div style="text-align: center;">[HR Rustah dan Al Imam dan Abu Syaikh dalam At-Taubikh dari Anas]</span></div></span><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Dalam Hadist tersebut dijelaskan bahwa Amalan-amalan/ibadah-ibadah pokok disebutkan oleh nabi seperti : Sholat, haji, Umroh, Berpuasa, tetapi Nabi tetap menghukumi Munafiq. Meskipun pada hadist diatas adalah Nifaq Amali, bukan Nifaq I’tiqoti. [Munafiq adalah Pelaku atau orangnya sedangkan Nifaq adalah perbuatannya], Dalam istilah bebas Munafiq adalah orang yang perbuatannya tidak sama dengan hatinya, atau dengan kata lain : “Lain dimulut dengan dihati, apa yang dilahirkan beda dengan di hatinya”<br /><br />Ada beberapa alasan sehingga bohong atau Dusta menjadi maksiat yang Laris Manis “ yaitu :<br /><ol><li>Pelakunya terdiri dari berbagai usia<br /></li><li>Pelakunya terdiri dari berbagai tingkat pendidikan<br /></li><li>Pelakunya terdiri dari berbagai status ekonomi<br /></li><li>Dilakukan oleh pelaku di berbagai tempat<br /></li><li>Yang dibohongi tanpa pandang bulu</li></ol><br />Dari beberapa point diatas maka sering kita jumpai, anak kecil hingga kakek atau nenek berbohong, dari orang yang tidak mengenal pendidikan hingga yang Sarjana, Doktor hingga Profesor juga berbohong, Dari orang yang miskin hingga yang kaya raya juga berbohong, bohong juga dilakukan dimana-mana mulai di rumah hingga di masjid, korbannya juga mulai dari orang dekat hingga orang jauh. Tidak jarang anak membohongi orang tuannya, santri membohongi guru atau kyainya, bawahan membohongi atasannya ataupun sebaliknya.<br /><br />Begitu bahayanya bohong atau dusta, hingga dalam kesempatan lain Nabi bersabda : <span style="font-size:110%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> <span style="font-style: italic;"> “Jauhilah Dusta, karena sesungguhnya Dusta/Bohong adalah menjauhi iman “</span></div><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Dari Hadist Nabi tersebut jelaslah bahwa Dusta/bohong bisa menjauhkan iman, dan kalau imannya sudah menjauh bisa menjadi kufur. Yang dimaksud iman disini bisa iman haqiqi atau bisa mengurangi kesempurnaan dari iman itu. Bila dianalogikan iman adalah pohon yang berbuah dan berdaun, sedangkan dusta atau Bohong adalah benalu. Kalau ada Pohon meskipun itu berbuah dan berdaun, bila dicabangnya ditumbuhi benalu. Maka secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, waktu demi waktu dan tahap demi tahap maka cabang pohon tersebut akan rontok daunnya, kering dan mati, begitu juga dengan iman bila sering kita berdusta.</span></div><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Hal ini sesuai dengan apa yang didawuhkan oleh Hadratusy Syaikh Sholahuddin Abdul Djalil Mustaqim : “Memenuhi segala macam iman itu gak gampang, dan yang paling sulit itu mencukupi iman”. Begitu sulitnya untuk mencukupi iman, apakah kita malah melakukan dusta/bohong untuk menjauhkan iman ?</span></span></div><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Tidak Semua bohong atau Dusta itu dilarang, Kehalalan dusta/bohong itu tidak dari bohongnya tetapi dari akibat atau efeknya menurut kaca mata agama, apabila bohong itu mendatangkan manfaat dan maslachah, dan manfaat itu hanya bisa tercapai dengan cara berbohong, maka Dusta/bohong bisa menjadi boleh [Darurat]. Sebagaimana Hadist Nabi yang berbunyi :</span></span></div> <span style="font-size:110%;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"> <span style="font-style: italic;">“Sesungguhnya Rasulullah saw tidak memperbolehkan dusta, kecuali dalam tiga hal : (1) Berdusta untuk mendamaikan dua orang yang sedang bersengketa, (2) Pada waktu Perang, dan (3) Dusta seorang suami kepada sang istri [demi kebaikan] .“ </span></span></span><br /><br /><div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Semoga Kita Semua bisa terhindari dari dusta atau berkata bohong, dan semoga Allah swt selalu memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya. Semoga bermanfa’at. Wallahu ‘alamu bish showab.</span></span></span></div><br /><br /></span></span></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-83374842847524145102009-02-04T13:28:00.004+07:002009-02-04T13:44:18.626+07:00Syair Pujian Al Bushiri Kepada Sulthonul 'Auliya Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili<div style="text-align: justify;"> <span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Karena kelebihan dari Sulthonul Auliya’ Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili yang begitu mencolok inilah para penulis menurunkan penanya diatas kertas untuk menyanjung dan memuji sambil mengatakan kelebihan dan kemampuannya </span></div><span class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-size:110%;"><span style="color: rgb(153, 51, 0);">Diantara penulis atau syaikh yang menyebut nama beliau dengan puji-pujian untuknya masing-masing menurut kadar pandangan dan kesannya antara lain adalah <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Gubahan Al-Bushiri</span> pengarang dari al Burdah, semoga Allah Ridha dan menganugerahkan berkah-Nya. Syair pujian itu adalah :</div><br /><span style="font-size:110%;"> <span style="color: rgb(153, 51, 0);">Akan halnya <span style="font-style: italic;">pribadi Asy Syadzili dan betapa<br />pula thariqatnya<br />Bagi pandangan yang memperoleh putunjuk<br />terlihat kelebihan dan kecemerlangannya<br />Pungutlah bekas-bekasnya walau tapak<br />setumit kaki<br />Kalau demikian sikapmu, itulah keterbukaan<br />dalam menerima<br />Beliau adalah Quthub zaman, juga Ghoust<br />serta Imamnya<br />Mata wujud ini adalah lesan rahasia Maha<br />Pencipta<br />Tingginya pangkat atas lelaki takkan dapat<br />dicapai<br />Oleh cita-cita yang berhasrat ketinggian dan<br />pangkat<br />Tidaklah anda melintasi makam kuburnya<br />Dan mencium keharuman tanah yang lembab<br />Andapun akan kagum “Apa kiranya yang akan<br />terjadi ?”<br />Setiap insan akan tunduk pada batu karang<br />Sambut dan ucapkan “assalamu’alaika !” wahai <br />samudera dermawan<br />Lautan ilmu yang melimpah bahkan mampu <br />menjadi petunjuk jalan</span></span></span><br /><br /> </span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-16805977846440190162009-01-29T08:44:00.006+07:002009-01-29T09:09:25.300+07:00Karomah Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili<span style="color: rgb(0, 102, 0);"><span style="font-size:110%;">Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra adalah seorang yang dianugerahi karomah yang sangat banyak, tidak ada yang bisa menghitung karomahnya kecuali Allah SWT. Dan sebagian dari karomah beliau antara lain adalah :<span class="fullpost"><br /><ol><li>Allah SWt menganugerahkan kepada beliau kunci seluruh Asma-Asma, sehingga seandainya seluruh manusia dan jin menjadi penulis beliau (untuk menulis ilmu-ilmu beliau) mereka akan lelah dan letih, sedangkan ilmu beliau belum habis.<br /></li><li>Beliau adalah sangat terpuji akhlaqnya, sifat mudah menolong dan kedermawanannya dari sejak usia anak-anak sampai ketika umur enam tahun telah mengenyangkan orang-orang yang kelaparan pada penduduk Negara Tunisia dengan uang yang berasal dari alam ghoib (uang pemberian Allah secara langsung kepada beliau.<br /></li><li>Beliau didatangi Nabiyulloh Khidir as untuk menetapkan <span style="font-style:italic;">“wilayatul adzimah”</span> kepada beliau (menjadi seorang wali yang mempunyai kedudukan tinggi) ketika beliau baru berusia enam tahun.<br /></li><li>Beliau bisa mengetahui batin isi hati manusia<br /></li><li>Beliau pernah berbicara dengan malaikat dihadapan murid-muridnya<br /></li><li>Beliau menjaga murid-muridnya meskipun di tempat yang jauh<br /></li><li>Beliau mampu memperlihatkan/menampakkan ka’bah dari negara Mesir<br /></li><li>Beliau tidak pernah putus melihat/menjumpai Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga wafatnya beliau. Sehingga beliau berkata : Apabila Awal Puasa ramadhan jatuh pada hari Ahad maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 29, Awal Puasa pada hari Senin Lailatul Qodarnya malam 21, Awal puasa pada hari Selasa Lailatul Qodarnya malam 27, Awal puasa pada hari Rabu Lailatul Qodarnya malam 19, awal puasa pada hari Kamis Lailatul Qodarnya malam 25, awal puasa pada hari jum’at maka Lailatul Qodarnya pada malam 17, sedangkan bila awal puasa pada hari Sabtu maka Lailatul Qodarnya jatuh pada malam 23.<br /></li><li>Barang siapa yang meninggal dan dikubur sama dengan hari meninggal dan dikuburkannya beliau, maka Allah akan mengampuni seluruh dosanya<br /></li><li>Doa Beliau Mustajabah (dikabulkan oleh Allah SWT)<br /></li><li>Beliau tidak pernah terhalang sekejap mata pandangannya dari Rasulullah saw selama 40 tahun (artinya beliau selalu berjumpa dengan Rasulullah selama 40 tahun)<br /></li><li>Beliau dibukakan (oleh Allah) bisa melihat lembaran buku murid-murid yang masuk kedalam thoriqohnya, padahal lebar bukunya tersebut berukuran sejauh mata memandang. Hal ini berlaku bagi orang yang langsung baiat kepada beliau dan juga bagi orang sesudah masa beliau sampai dengan akhir zaman. Dan seluruh murid-muridnya (pengikut thoriqohnya) diberi karunia bebas dari neraka. Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra sungguh telah digembirakan diberi karunia, barang siapa yang melihat beliau dengan rasa cinta dan rasa hormat tidak akan mendapatkan celaka.<br /></li><li>Beliau menjadi sebab keselamatan murid-muridnya/pengikutnya (akan memberikan syafaat di akhirat)<br /></li><li>Beliau berdo’a kepada Allah SWT, agar menjadikan tiap-tiap wali Qutub sesudah beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan thoriqohnya. Dan Allah telah mengabulkan Do’a beliau tersebut. Maka dari itu wali Qutub sesudah masa beliau sampai akhir zaman diambil dari golongan pengikut beliau.<br /></li><li>Syaikh Abul Abbas Al Mursi ra berkata : “Apabila Allah SWT menurunkan bala/bencana yang bersifat umum maka pengikut thoriqoh syadziliyah akan selamat dari bencana tersebut sebab karomah syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra".<br /></li><li>Syaikh Syamsudin Al-Hanafi ra mengatakan bahwa pengikut thoriqoh syadziliyah dikaruniai kemulyaan tiga macam yang tidak diberikan pada golongan thoriqoh yang lainnya :<br />a. Pengikut thoriqoh Syadziliyah telah dipilih di lauhil mahfudz<br />b. Pengikut thgoriqoh syadziliyah apabila jadzab/majdub akan cepat kembali seperti sedia kala.<br />c. Seluruh Wali Qutub yang diangkat sesudah masa syaikh Abul Hasan Asy Syadzili ra akan diambil dari golongan ahli thoriqoh Sadziliyah.<br /></li><li>Apabila beliau mengasuh/mengajar murid-muridnya sebentar saja, sudah akan terbuka hijab.<br /></li><li>Rasulullah saw memberikan izin bagi orang yang berdo’a Kepada Allah SWT dengan bertawasul kepada Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili. </li></ol><br /><span style="color:#F00303"><span style="font-size:80%;"><div style="text-align: right;">Sumber : “Tanwirul Ma’ali manaqibi Ali bin Abil Hasan Asy Syadzili“ karya Syaikh Muhammad Nahrowi (mbah Dalhar) bin Abdurrahman, Watu Congol, Muntilan - Magelang. Dalam Bahasa Indonesia berjudul : Cahaya Kemuliaan, penerjemah : Agus Djamaluddin, SAg. Penerbit Ampel Mulia, 2007</span></span></div><br /><br /> </span></span></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-61985225271029403602009-01-20T14:45:00.005+07:002009-01-20T15:03:06.274+07:00Mir'atul A'dzam (Mozaik Keagungan)<span style="font-style:italic;">Semula aku hanya bisa menjerit<br />Ketika batas dunia ghaib tersingkap<br />Kemudian aku bertanya<br />“Apakah arti dan nama-nama semua yang ada?”<br />Namun yang ada hanya gambaran<br />gugahan rasa dan fikiran<br />lalu tersimpan dalam ingatan<br />dan menyatu dalam akal</span><br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-style:italic;">Setelah aku berjalan di tepi samudera<br />kulihat diriku memantul digenangan laut,<br />tenang, walau ombak mengguncang-guncang<br />Namun betapa jelas<br />diriku tersimpan dalam cermin<br />Cermin yang terbingkai oleh Sifat-sifat<br />yang termozaik oleh Nama-nama Agung<br /><br />Kini, kupandang cermin itu<br />pada samudera utama ini<br />sejumlah kata-kata, bunyi dan kalimat kebesaran<br />dengan gerak keparipurnaan<br />yang memahamkan diriku, siapa?<br /><br />Bukan siapa-siapa<br /><br />Sampai pada Yang Tak Terbayangkan<br />Sebuah Nama<br />Agung dalam DzatNya<br />Mengepak bagai Sayap-sayap Keperkasaan<br />Sekali ku sebut Nama itu<br />Seluruh gelombang menggelegak<br />jantung dalam hati yang berontak<br />di ombak yang resah<br /><br />Jika Nama itu kedengar kembali<br />segala dendam memuncak<br />Rindu yang terpendam berabad-abad<br />dalam gelas anggur kerinduan<br />yang memabukkan<br />muncah ke bibir pantai</span><br /><br />Sumber : Bagian dari Samudera Pertama dari Tujuh Samudera Agung Lirik Ummil Qur'an Karya : Syaikh Muhammad Luqman Hakiem, Risalah Gusti, 1996 <br /><br /></span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-11253877559964680022008-12-26T13:59:00.003+07:002008-12-26T14:32:38.794+07:00Rindu yang Membuncah<div align="justify"> Gak Tahu kenapa, tiba-tiba supi’i merasa sangat kangen sekali kepada Syaikh Mursyidnya, Hadratusy Syaikh Sholahudin Abdul Djalil Mustaqim. Rindu itu begitu membuncah gak bisa ditahan lagi. Lebaran kurang beberapa hari supi’i pun nekat untuk berangkat langsung ke Tulungagung menuju pondok PETA untuk sekedar melihat Syaikh mursyid, syukur-syukur bisa bersalaman untuk mencium tangan beliau. Supi’i cuma bisa senyum-senyum sendiri membayangkan dirinya. Orang-orang kaya pada mengikuti paket umrah ramadhan ke tanah suci, tetapi supi’i cuma ke pondok PETA seminggu sebelum lebaran. Kalau dibilang suluk sih enggak, karena suluk di pondok PETA minimal adalah 10 hari.<br /><span class="fullpost"><br />Seminggu sudah supi’i di pondok tetapi hingga itu pula dia belum bertemu dengan Syaikh mursyidnya. Hingga pulang ke rumah supi’i pun belum bertemu dengan beliau. Meskipun tidak bertemu dengan syaikh mursyidnya Supi’i tidak begitu kecewa, baginya paling enggak sudah sampai di peta itu sudah mengobati kerinduan ruhaninya kepada sang Syaikh Mursyid, paling enggak dia sudah bisa melihat Musholla PETA tempat ia dibai’at untuk mengamalkan aurod Syadziliyah oleh sang syaikh mursyid, paling enggak ia sudah bertemu dengan Kang Wasi’, kang Jumal dan teman-teman yang lagi suluk di pondok, paling enggak ia sudah bisa berziarah kemakam Hadratusy Syaikh Mustaqim Husain dan Hadratusy Syaikh Abdul Djalil Mustaqim.<br /><br />Beberapa hari lebaran hingga lebaran ketupat adalah moment yang ditunggu-tunggu murid Syadziliyah untuk silaturrahmi dengan syaikh mursyid, tetapi supi’i tidak bisa menggunakan kesempatan ini dikarenakan dia sudah ada janji dengan keluarganya. Hingga moment itupun berlalu.<br /><br />Hingga kesempatan untuk bertemu dengan Syaikh mursyid itupun kembali muncul dengan adanya program silaturrahmi ke syaikh Mursyid dan beberapa kyai Syadziliyah PETA yang diadakan oleh Majelis Pengajian Cahaya Ilahi Surabaya yang dikoordinatori oleh Ibu Hj. Wiwik Malik. Rindu untuk bertemu dengan Syaikh mursyidpun kembali muncul.<br /><br />Malam hari sebelum berangkat ke PETA adalah bertepatan dengan jadwal khususiyah. Setelah khususiyah itupun seperti biasa sang imam, kang wasi’ memberikan beberapa pesan bahwa besok bila di PETA ketemu atau tidak ketemu dengan syaikh mursyid itu sama saja keberkahannya, kita harus bisa menerima itu, yang penting hati kita tetap khusnudzon dan sikap kita tetap harus menjaga adab terhadap syaikh mursyid karena tentunya syaikh mursyid pastilah yang lebih tahu tentang hal ini. Pesan kang wasi’ tersebut membuat supi’i dan jamaah khususiyah yang lain semakin ridho apalagi pada kesempatan tersebut kang wasi’ juga bercerita dan memberikan beberapa contoh tentang orang-orang yang sowan ke syaikh Mursyid sebelum-sebelumnya. <br /><br />Tepat sebelum azhan subuh bergema supi’i segera melaksanakan sholat tahujud ringan beberapa rokaat. Sambil menunggu adzan subuh supi’i teruskan kegiatan ibadah pada malam hari itu dengan tadarus alqur’an hingga beberapa ayat dari kitab suci itupun ia baca. Ia lihat waktu masih banyak, hingga kesempatan itupun ia gunakan untuk mandi, Ia sucikan seluruh tubuh dan hatinya, Ia guyur seluruh tubuhnya dengan niat untuk menemui syaikh mursyid sebagai adab dirinya terhadap syaikh mursyidnya dan bentuk penghormatan dan pengagungan kepada syaikh mursyidnya yang telah membimbing dirinya dan murid-murid syadziliyah yang lain untuk wushul kepada Allah azza wa jalla, tidak hanya dihantarkan ke pintu Allah tetapi langsung hingga ke hadapan Allah. Hal ini Supi’i lakukan karena Supi’i ber <span style="font-style:italic;">ittiba’</span> kepada apa yang dilakukan oleh Quthubul Muhaqqiqin Sulthonul Auliya’is sayyidinasy Syaikh Abul Hasan Ali Asy syadzily ketika menemui guru beliau Sayyidisy Syaikh ash Sholih al Quthub al Ghouts asy Syarif Abu Muhammad Abdus Salam bin Masyisy al Hasani, <span style="font-style:italic;">rodliyallahu ‘anhuma wa ‘aada ‘alainaa mim barokatihima wa anwaarihima wa asroorihima wa ‘uluumihima wa akhlaaqihima wa nafakhaatihima fidiini wad dun-ya wal aakhihiroh, aamiina yaa robbal ‘aalamiin</span>. Sebelum menemui syaikh Abdus Salam, beliau berhenti dan mandi di pancuran mata air sebelum puncak gunung barbatoh. Malam itu bagi supi’i mandinya menjadi terasa lain dibandingkan dengan mandi-mandi sebelumnya.<br /><br />Adzan Subuh berkumandang, setelah shalat fajar dan sholat subuh serta wiridan, supi’i pun secara khusus bertawasul dengan membaca fatihah sebanyak masing-masing 41 kali yang ditujukan kepada syaikh mursyidnya, syaikh abdul Djalil, syaikh mustaqiem, dan kyai-kyai yang akan dikunjunginya. Setelah itu supi’i beristighfar sebanyak-banyaknya. Tepat pukul 05.00 supi’i berangkat menuju rumah ibu Hj. Wiwik Malik untuk seterusnya menuju pondok PETA. Dalam perjalanan menuju ke Pondok PETA itu tak henti-hentinya supi’i membaca sholawat syadziliyah, istighfar, sholawat lagi, istighfar lagi begitu terus bergantian, tetapi di dalam hatinya tetap bunyi Allah...Allah...Allah yang selalu ia zikirkan seirama dengan bunyi detak jantungnya.<br /><br />Singkat cerita, alhamdulillah ketika sesampainya di Pondok PETA, jamaah langsung berziarah kemakam hadratusy syaikh Abdul Djalil dan hadratusy Syaikh Mustaqiem. Baru setelah itu kang Jumal berbicara kepada jamaah untuk di aturi pinarak oleh Syaikh Mursyid di ruang tamu beliau. Alhamdulillah ucap syukur supi’i mendengar keterangan yang disampaikan oleh kang Jumal tersebut. Dan para jamaahpun langsung menuju ruang tamu untuk menghadap syaikh mursyid.<br /><br />Ketika semua telah siap, baru kemudian syaikh mursyid keluar untuk menemui jamaah MCIS (majelis Cahaya Ilahi Surabaya). Hati Supi’i berdegup lebih kencang, anehnya dzikir hati supi’i Allah...Allah....Allah juga menjadi lebih cepat dari yang tadi. Supi’ipun tidak berani lama-lama menatap Wajah Syaikh Mursyid, ia hanya menunduk dan sesekali melihat wajah teman-temannya. Tampak juga wajah Supi’ah yang meskipun tidak sampai termehek-mehek tetapi terlihat jelas di raut wajahnya sedikit mewek. Supi’i yakin bahwa supi’ah juga menahan haru rindu kepada syaikh mursyid. Raut wajah rindu yang bahagia setelah bertemu dengan syaikh mursyid. Yah haru rindu untuk dibimbing oleh syaikh mursyid menuju Allah SWT.<br /><br />Sekitar satu jam lamanya syaikh mursyid memberikan wejangan kepada kami para jamaah. Selama itu pula supi’i tinggalkan semua ilmu dan amalnya, ia tidak peduli paham apa enggak yang dikatakan oleh syaikh mursyid, yang cuma ia lakukan adalah berzikir terus Allah...Allah...Allah dalam hatinya. Ya zikir itu seperti bergerak dan meluncur sendiri dalam hatinya ketika berdekatan dengan syaikh mursyid. Yang supi’i rasakan selanjutnya adalah tubuhnya terasa lebih hangat. Itulah ulama sesungguhnya, yang hatinya selalu memancarkan cahaya Ilahiyah untuk diteruskan kepada para murid-muridnya. Ulama yang bisa menyentuh hati murid-muridnya untuk selalu ingat kepada Allah. Kata-kata yang beliau ucapkan pun penuh dengan mutiara hikmah yang dalam sebagaimana air lautan yang yang tak akan pernah habis bila digunakan sebagai tinta untuk menulis hikmah dari beliau.<br /><br />Meskipun pada dawuh atau wejangan beliau berkisar tentang tasawuf (secara detail apa yang didawuhkan beliau bisa anda baca <a href="http://denmasbagus.blogspot.com/2008/10/sowan-mursyid.html">disini</a>) yaitu tentang thoreqot, masalah, bencana, istiqomah, ridho, tawakal, sabar dan iman yang beliau ucapkan dengan membuat kiasan dan perumpamaan-perumpamaan, tetapi apa yang beliau dawuhkan mampu memberikan solusi bagi para jamaah, padahal tentunya masalah atau problem para jamaah masing-masing adalah berbeda-beda. Termasuk juga ketika supi’i di dalam hati berniat bertanya tentang sesuatu yang menyangkut dirinya. Syaikh mursyidpun tahu dan langsung menjawabnya. Supi’i cuma bisa nyengir dan senyum-senyum sendiri mendengar jawaban syaikh mursyid, tentunya senyum bahagia karena sudah menemukan solusinya. Supi’i haqqul yakin bahwa para jamaah yang lain yang punya ganjelan di hatinya juga mengalami hal yang sama, persoalan dan masalah masing-masing jamaah mampu dijawab oleh syaikh mursyid meskipun para jamaah belum bertanya kepada syaikh mursyid.<br /><br />Segelas sirup dan makanan ringan disuguhkan kepada kami untuk menyegarkan rasa dahaga dan lapar dari fisik kami, tetapi dawuh, nasehat dan pesan beliau mampu meyegarkan kembali ruhani kami untuk selalu semangat menuju ke Ilahi Robbi. Termasuk juga supi’i rindunya yang membuncah terasa hangus hilang terbakar oleh cahaya Sang Poros Agung Syaikh Mursyid, Hadratusy syaikh Sholahuddin Abdul Djalil Mustaqiem.<br /><br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-28950844576900020722008-12-06T10:39:00.006+07:002008-12-09T09:43:09.223+07:00All About Salam<div align="justify">Kata salaam dalam Bahasa Arab mempunyai arti keselamatan, kesejahteraan atau kedamaian. Kata salampun juga merupakan salah astu asma Allah yang terdapat dalam 99 asma’ul Husna. Disamping itu juga salam (<em>assalamu’alikum warohmatulloh</em>) juga merupakan salah satu rukun dalam sholat. Sebegitu pentingnya salam hingga Rasululloh SAW pun menganjurkan untuk menyebarluaskan salam bila bertemu dengan sesama muslim dan mewajibkan menjawab salam bila menerima ucapan salam.<br /><span class="fullpost"><br />Berikut ini hal-hal yang sering kita lupakan entah itu disengaja atau karena itu memang sudah menjadi budaya kita berkaitan tentang salam :<br /><br />Sering kali kita bila pergi kerumah seseorang apalagi rumah itu seorang kyai, ulama atau orang terpandang lainnya selalu kita mengucapkan salam, tetapi sering kali bila kita pulang kerumah, kita selalu lupa untuk mengucapkan salam. Padahal salam itu adalah doa yaitu doa keselamatan, kerahmatan dan keberkahan. Seharusnya kalau kita pikir tentunya keluarga kita yang lebih utama untuk kita do’akan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : <em>“Jika engkau hendak masuk ke rumahmu, hendaklah engkau salam, niscaya berkah akan turun kepadamu dan keluargamu.” (HR Turmudzi)</em><br /><br />Sering kali bila kita pulang kerumah dan rumah dalam keadaan kosong, kita lupa mengucapkan salam yang telah di ajarkan oleh Rasululloh yaitu : <em>Assalamu’alainaa ‘ibaadillahish shaalihin</em>. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW : <em>“Dan jika tidak ada seorangpun di dalamnya, maka ucapkan, Assalamu’alainaa ‘ibaadillahish shaalihin.” (HR Muslim) </em><br /><br />Sering kali bila kita bertamu ke rumah orang lain, selalu kita mengucapkan salam meskipun pintu rumahnya masih tertutup dan belum terlihat orangnya. Padahal seharusnya adab kita adalah kulonuwun/permisi, mengetuk pintu, atau memencet bel dulu, baru setelah Tuan rumah keluar di hadapan kita, maka kita mengucapkan salam kepadanya. sebagaimana firman Allah SWT : <em>"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat" (An Nuur [24]: 27)</em>. Dan Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW : <em>“Jika seseorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaklah dia memberinya salam, dan jika terpisah antara keduanya oleh pohon, tembok ataupun batu besar lalu bertemu kembali, hendaklah kalian mengucapkan salam lagi kepadanya.” (HR Abu Dawud).</em><br /><br />Sering kali bila kita mendapat salam dari orang lain kita cuma menjawab salam tersebut dengan : <em>“Wa ’alaikum salam”</em>, padahal jawaban tersebut kurang sempurna dan setara, harusnya jawaban kita adalah : <em>“Wa ‘alaikumus salaam”</em>. Perhatikan perbedaan keduanya. Pada kata yang pertama (salaam) berarti keselamatan, sedangkan pada kata kedua (as salaam) mengandung makna seluruh keselamatan. Tentu saja tidak setara antara keselamatan dan seluruh keselamatan. Jawaban "Wa'alaikum salaam ..." mempunyai makna keselamatan atas kalian; sedangkan jawaban "wa ‘alaikumus salaam ..." mempunyai makna seluruh keselamatan atas kalian. Tentu saja jawaban "Wa'alaikum salaam (keselamatan atas kalian)..." tidak setara apabila pemberi salam megucapkan: "Assalaamu ‘alaikum (Seluruh keselamatan atas kalian) ...!. syukur-syukur kalau kita menjawab lebih lengkap yaitu : "Wa'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh" Sebagaimana firman Allah SWT : <em>"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah yang lebih baik atau balaslah dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu" (An Nisaa' [4]: 86). </em><br /><br />Sering kali kita terlalu “kengệthệken (jawa)” bila kita menerima telepon kita selalu mendahului untuk mengucapkan salam, meskipun itu tidak dilarang atau malah dianjurkan asalkan kita mengatahui pasti dan yakin bahwa itu benar-benar seorang muslim, tetapi alangkah baiknya bila kita menunggu saja, apalagi kalau telepon itu adalah model telepon rumah yang tidak ada ID callernya. Hal ini dikhawatirkan bahwa yang menelepon tersebut adalah non muslim. Sebagaimana Sabda Nabi Muhammad SAW : <em>“Janganlah mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau menemui salah seorang daripada mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari jalan”. (HR. Muslim)</em> dan bersabda pula Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : <em>“Jika ahli kitab memberi salam kepadamu maka jawablah dengan wa’alaikum” (mutafaq alaihi).</em> <br /><br />Sering kali bila kita mengirim sms, kata salam selalu kita singkat dengan kata “ass” padahal kata ass dalam bahasa inggris berarti : Pantat. Sungguh sesuatu yang sangat tidak etis dan tidak mempunyai adab apabila kata salam yang begitu agung, yang merupakan nama Allah mempunyai arti lain yang lebih hina. <em>Naudzu billahi mindzalik</em>. <br /><br />Sering kali kita mendengar entah itu presenter ditelevisi, entah itu seorang MC, dalam mengawali acara selalu salah dalam mengucap salam, seperti : Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuuuuh. Dengan kata ka yang pendek dan kata tuh yang panjang, padahal seharusnya adalah kata ka adalah panjang sepanjang Mad Thobi’i, dan kata tuh adalah pendek karena bukan mad.<br /><br />Sering kali kita mendengar atau mungkin kita sendiri yang melakukan pada waktu akhir sholat salam kita yang kita ucapkan adalah : Salamu’alaikum warohmatulloh. Padahal seharusnya ada huruf alif Lam, yang disebut bacaan idhom syamsyiah karena bertemu dengan sin sehingga menjadi : Assalamu’alaikum warohmatulloh. Padahal kita tahu bahwa salam dalam sholat adalah merupakan rukun yang harus dilakukan, bila tidak maka tidak sah sholatnya.<br /><br />“Allahumma antas salaam, wa minkas salaam, wa ilaika ya’uudus salaam, fachaiyina robbanaa bis salaam, wa adkhilnal jannata daaros salaam, tabaarokta robbanaa wata’aalaita yaa dzal Jalaali wal ikroom” <br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-90158857857673067502008-12-01T14:50:00.003+07:002008-12-02T13:01:59.980+07:00Hizib Bahri<div align="justify"> Dalam tradisi arab, kata <span style="font-style:italic;">Hizib</span> semula ditandai untuk merujuk sesuatu yang “berduyun-duyun” dan “berkelompok”. Itulah makanya ada kata “<span style="font-style:italic;">Hizbullah</span>”, artinya “sekumpulan” bala tentara yang berjuang atas nama Allah. Tetapi kata <span style="font-style:italic;">Hizbullah</span> sendiri kadang juga digunakan untuk menyebut para malaikat.<br /><br />Masih segar dalam ingatan kita, ketika Nabi dan para sahabat bertempur melawan kaum musyrikin dalam perang badar, Allah sengaja mendatangkan 5000 pasukan sebagai bala bantuan yang bertandakan putih, mereka adalah para malaikat (<span style="font-style:italic;">Hizbullah</span>)<br /><span class="fullpost"><br />Kata Hizib sendiri terkadang juga digunakan untuk menyebut “mendung yang berarak” atau “mendung yang tersisa”. Semisal <span style="font-style:italic;">hizbun min al-ghumum</span> (sebagian atau sekelompok mendung)<br /><br />Ternyata untuk selanjutnya perkembangan kata hizib dalam tradisi thoriqot atau yang berkembang di pesantren adalah untuk “menandai” sebuah bacaan-bacaan tertentu. Misalnya hizib yang dibaca hari jum’at ; yang dimaksud adalah wirid-wirid tertentu yang dibaca hari jum’at.<br /><br />Untuk selanjutnya, makna hizib adalah wirid itu sendiri. Atau juga bisa bermakna munajat, ada hizib Ghazaly, Hizib Bukhori, Hizib Nawawi, Hizib Bahri, yang masing-masing memiliki sejarah sendiri-sendiri.<br /><br />Asy Syaikh Abul Hasan Asy Syadzily terkenal sebagai seorang yang memiliki banyak rangkaian doa yang halus dan indah, disamping kekayaan berupa khazanah hizib-hizibnya. Salah satu hizib beliau yang terkenal sejak dulu hingga sekarang adalah hizib Bahri dan hizib Nashor. Kedua hizib tersebut banyak diamalkan oleh kaum muslimin diseluruh dunia, terlebih ulama-ulama besar, kendati sebagian dari mereka tidak mengikuti thoriqot asy syaikh.<br /><br />Hizib Bahri yang artinya hizib yang di terima asy syaikh Abul Hasan asy Syadzili langsung dari Rasulullah SAW berkaitan dengan lautan yang tidak ada anginnya. Sejarah diterima hizib bahri adalah sebagai berikut :<br /><br />Pada waktu itu asy syaikh Abul Hasan Asy Syadzili tengah melakukan perjalan ibadah haji ke tanah suci. Perjalanan itu diantaranya harus menyeberangi laut merah. Untuk menyeberangi lautan itu sedianya beliau akan menumpang perahu milik seseorang yang beragama nasrani. Orang itu juga akan berlayar walaupun berbeda tujuan dengan asy syaikh. Akan tetapi keadaan laut pada waku itu sedang tidak ada angin yang cukup untuk menjalankan kapal. Keadaan seperti itu terjadi sampai berhari-hari, sehingga perjalannapun menjadi tertunda. Sampai akhirnya pada suatu hari, asy syaikh bertemu dengan baginda Rasulullah SAW. Dalam perjumpaan itu, Rasulullah SAW secara langsung mengajarkan hizib Bahri secara imla’ (dikte) kepada asy syaikh.<br /><br />Setelah hizib Bahri yang baru beliau terima dari Rasulululah SAW itu beliau baca, kemudian beliau menyuruh si pemilik perahu itu supaya berangkat dan menjalankan perahunya. Mengetahui keadaan yang tidak memungkinkan, karena angin yang diperlukan untuk menjalankan perahu tetap tidak ada, orang itupun tidak mau menuruti perintah asy syaikh. Namun asy syaikh tetap menyuruh agar perahu diberangkatkan. “Ayo, berangkat dan jalankan perahumu ! sekarang angin sudah waktunya datang “, ucap asy syaikh kepada orang itu. Dan memang benar kenyataannya, angin secara perlahan-lahan mulai berhembus, dan perahupun akhirnya bisa berjalan. Singkat cerita alkisah kemudian si nasrani itupun lalu menyatakan masuk islam.<br /><br />Berkata syaikh Abdurrahman al Busthomi, “Hizbul Bahri ini sudah digelar di permukaan bumi. Bendera hizbul bahri berkibar dan tersebar di masjid-masjid. Para ulama sudah mengatakan bahwa hizbul bahri mengandung <span style="font-style:italic;">Ismullohil ‘adhom</span> dan beberapa rahasia yang sangat agung.<br /><br />Dalam kitab <span style="font-style:italic;">Kasyf al-Zhunun `an Asami al-Kutub wa al-Funun</span>, Haji Khalifah seorang pustakawan terkenal asal Konstantinopel (Istanbul Turki) menulis berbagai jaminan yang diberikan asy Syaikh Abul Hasan Syadzili dengan Hizib Bahrinya ini. Di antaranya, menurut Haji Khalifah, Asy Syaikh Syadzili pernah berkata: Seandainya hizibku (Hizib Bahri, Red.) ini dibaca di Baghdad, niscaya daerah itu tidak akan jatuh. Mungkin yang dimaksud Asy Syaikh Syadzili dengan kejatuhan di situ adalah kejatuhan Baghdad ke tangan Tartar. <br /><br />Bila Hizib Bahri dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan terhindar dari malapetaka, ujar Syaikh Abul al-Hasan, seperti ditulis Haji Khalifah dalam <span style="font-style:italic;">Kasyf al-Zhunun.</span><br /><br />Haji Khalifah juga mengutip komentar ulama-ulama lain tentang Hizib Bahri ini. Ada yang mengatakan, bahwa orang yang istiqamah membaca Hizib Bahar, ia tidak mati terbakar atau tenggelam. Bila Hizib Bahri ditulis di pintu gerbang atau tembok rumah, maka akan terjaga dari maksud jelek orang dan seterusnya.<br /><br />Konon, orang yang mengamalkan Hizib Bahri dengan kontinu, akan mendapat perlindungan dari segala bala’. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya.<br /><br />Banyak komentar-komentar, baik dari Asy Syaikh Syadzili maupun ulama lain tentang keampuhan Hizib Bahri yang ditulis Haji Khalifah dalam <span style="font-style:italic;">Kasyf al-Zhunun</span> jilid 1 (pada entri kata <span style="font-style:italic;">Hizb</span>). Selain itu, Haji Khalifah juga menyatakan bahwa Hizib Bahri telah disyarahi oleh banyak ulama, diantaranya Syaikh Abu Sulayman al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi.<br /><br />Seperti yang telah disampaikan dalam manaqib Asy Syaikh Syadzili, bahwa menjelang akhir hayat beliau, asy syaikh telah berwasiat kepada murid-murid beliau agar anak-anak mereka, maksudnya para murid thoriqot syadziliyah, supaya mengamalkan hizib Bahri. Namun untuk mengamalkan Hizib ini seyogyanya harus melalui talqin atau ijazah dari seorang guru yang memiliki wewenang untuk mengajarkannya. Seseorang yang tidak mempunyai wewenang tidak berhak mengajarkannya ataupun memberikan hizib ini kepada orang lain. Hal ini merupakan adabiyah atau etika dilingkungan dunia thoriqot.<br /><br />Dalam Thoriqot Syadziliyah Peta Tulungagung, setiap mengamalkan aurod, wirid maupun hizib selalu diawali dengan niat dan kata <span style="font-style:italic;">“Lillahi ta’ala”</span>, setiap murid tidak boleh bertanya apa fadhilah maupun faedah dari wirid ataupun hizib tersebut, karena hal tersebut bisa mengurangi atau menghilangkan keikhlasan. Bagi jamaah Syadziliyah Peta Tulungagung fungsi Hizib itu sendiri adalah untuk meng-Hizib dirinya sendiri, untuk merontokkan hawa nafsunya, sehingga bisa <span style="font-style:italic;">wushul</span> kepada Allah. Itulah Tujuan utama orang berthoriqot, karena kalau tujuannya bukan untuk Allah (bukan <span style="font-style:italic;">Lillahi ta’ala</span>) maka itu akan menjadi Hijab antara dirinya dengan Allah, bukan semakin dekat malah semakin jauh dari Allah SWT, <span style="font-style:italic;">naudzubillahi mindhalik</span>.<br /><br />Sumber :<br />1. Sang Quthub Agung, manaqib Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili, Penerbit PETA, Tulungagung.<br />2. www.sidogiri.com<br />3. Sastra Hizib, penerbit LKIS<br /><br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-13246328390878239032008-11-18T08:38:00.006+07:002008-11-18T08:52:36.660+07:00Kharisma Kiai Thoriqot Pondok PETA Tulungagung<img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSR8PU_JvmHHy8tCcKKCSOVH9L1SaKWGxLG9d0xPDj0CQVyWSXN9eS3VB19gyVWsNocYQmipMDBEWNL3WMBqAXq0upLSVBflLCBuF2cmMVoE-TF6WSvRSBVlZ48ru_jWtlgf0MGfFj4Qg/s320/Kyai+Djalil+%26+Try+S.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269806406553758418" /><br /><div align="justify">KabarIndonesia - Tulungagung, Sudah 38 tahun silam, KH Mustaqiem bin Hussain berpulang. Sudah tiga tahun pula, putranya, KH Abdul Djalil Mustaqiem yang meneruskan perjuangannya wafat. Namun begitu, ketokohan dan keteladanan dua kiai kharismatik dari pondok pesantren Pesulukan Tareqot Agung (Peta) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, ini seakan tak pernah terputus.<br /><span class="fullpost"><br />Santri yang menjadi pengikut ajarannya masih saja terus mengalir ke Pondok Tareqot yang berlokasi di Jl. KH. Wakhid Hasyim, Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Tulungagung ini. Faktanya, setiap setahun sekali dihelat peringatan haul, santri yang berdatangan ke pondok Peta benar-benar luar biasa. Pondok yang kini diasuh putra Kiai Abdul Djalil Mustaqiem, Charir Mohamad Sholahudin Al Ayyubi (Gus Saladien) itu sama sekali tak kehilangan daya magnetik-nya. Dalam haul yang digelar, Minggu (13/1/2007) kemarin, misalnya, puluhan ribu santri jamaah Pondok Peta dari berbagai pelosok Indonesia tumplek blek membanjiri Kota Tulungagung.<br /><br />Ketokohan dan keteladanan KH Mustaqiem yang masih keturunan dari Mbah Penjalu itu agaknya tetap meninggalkan ‘goresan' tersendiri di kalangan santri tareqot yang menjadi pengikutnya. ‘'Setiap haul, keluarga kami pasti ke Pondok Kiai Mustaqim dan Abdul Djalil ini,'' tutur beberapa santri Peta dari Blora, Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung. Para santri dari luar propinsi itu datang ke Tulungagung sampai harus mencarter beberapa buah bus bersama jamaah Pondok Peta lainnya. Demikian pula santri dari luar Pulau Jawa, saat haul, mereka juga banyak yang datang ke Pondok Peta dengan berombongan.<br /><br />‘'Kami datang dari Lampung. Setiap haul, kami mesti datang ke Pondok,'' kata serombongan santri dari luar Pulau Jawa itu menuturkan. Di kalangan santrinya, KH. Mustaqim maupun Kiai Djalil diakui sebagai sosok yang banyak memberikan keteladanan dalam mengajarkan ilmunya. Karena itulah, santri-santrinya juga tersebar luas ke seantero negeri.<br /><br />Di sisi lain, kiai yang menjadi tokoh tareqot assadziliyah itu dalam perjalanan hidupnya memang memiliki banyak kelebihan sebagaimana sering diungkap dalam manakib-nya yang dibacakan setiap peringatan haul. ‘'Sejak kecil, KH Mustaqiem sudah punya sirri. Beliau juga punya khizib kahfi,'' kata KH Mudhofir Sukhaimi yang biasa membacakan manakib KH Mustaqiem bin Hussain dalam setiap peringatan haul.<br /><br />Diceritakan pula, suatu ketika, kiai Mustaqiem menerima nasib tak menyenangkan saat penjajahan Jepang. Bersama warga masyarakat yang lain, kiai kelahiran Keras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tahun 1901 itu, harus menghadapi penyiksaan sadis yang dilakukan penjajah Jepang. ‘'Saat itu, Mbah Mustaqiem disiksa dengan cara ditutup semua lubang yang ada di tubuhnya kecuali dua lubang hidungnya. Lalu, lubang hidung itu dimasuki selang dan dipompa. Setelah perutnya membesar, Jepang menginjak-injak dengan sepatu perangnya. Banyak rakyat kita yang akhirnya mati disiksa seperti ini,'' katanya.<br /><br />Namun, tidak demikian yang terjadi pada diri Kiai Mustaqiem. Entah bagaimana ceritanya, Jepang memasukkan selang tidak ke lubang hidung Kiai Mustaqiem. Tapi, selang itu justru dimasukkan ke lubang ‘sabuk othok' (ikat pinggang khas orang Jawa). Maka, selamatlah kiai Mustaqiem dari penyiksaan sadis yang dilakukan penjajah Jepang. ‘'Begitulah Kiai Mustaqiem mempunyai kelebihan,'' kata KH Mudhofir.<br /><br />Keistimewaan lainnya, Kiai Mustaqiem juga punya ilmu bela diri yang hebat. Kemampuan bela diri ini diketahui ketika Kiai ini ditantang silat seorang pendekar ulung. KH. Mustaqiem, ternyata, mampu meladeni tantangan itu dengan bersilat di atas empat tombak. ‘'Beliau juga menguasai sedikitnya 40 bahasa asing,'' terang KH Mudhofir.<br /><br />Tak pelak, santri-santrinya saat itu sampai dibuat heran karena tak pernah tahu kapan kiai yang wafat pada 1970 itu belajar bahasa asing. ‘'Saat kedatangan tamu dari India, Mbah Mustaqiem juga bisa meladeni pembicaraan menggunakan bahasa India,'' ujarnya. Yang patut diteladani lagi, dalam setiap acara haul diungkapkan, meski tergolong Kiai berilmu tinggi, KH. Mustaqiem punya sikap tak suka menyombongkan diri. Faktanya, suatu hari, ada Kiai besar (Syekh Abdul Rozaq) yang akan berguru kepadanya. Namun, KH Mustaqiem justru bersikap sebaliknya. Beliau malah akan berguru kepada Syekh Abdul Rozaq. ‘'Akhirnya, kedua Kiai besar itu rebutan untuk menjadi murid,'' ungkapnya. <br /><br />Sepeninggal Kiai Mustaqiem, perjuangan Pondok Peta diwariskan kepada salah seorang putranya, KH Abdul Djalil Mustaqiem. Sayang, Kiai Abdul Djalil yang tak kalah kharismatik dengan sang ayah itu, Jumat (7/1/2005) lalu sudah keburu dipanggil Allah SWT. Sebagai penerus perjuangannya, kini Pondok Peta diasuh Gus Salladien, salah seorang putra Kiai Abdul Djalil Mustaqiem yang usianya baru sekitar 29 tahun. <br /><br />Sebagai kiai kharismatik, kediaman Kiai Djalil hampir tak pernah sepi dari kunjungan tokoh-tokoh politik lokal maupun nasional. Menjelang Pemilu legislatif dan Pemilu presiden 2004 lalu, misalnya, kediaman Kiai Djalil banyak menjadi singgahan tokoh-tokoh politik nasional. <br /><br />Saat itu, beberapa tokoh nasional yang berkunjung ke kediaman Kiai Djalil, di antaranya, Nurcholis Madjid (Cak Nur), mantan Wapres, Try Soetrisno, Amien Rais, Yusuf Kalla dan tentu saja KH Abdurrohman Wahid (Gus Dur) yang sudah tak terbilang jumlahnya mendatangi pondok Kiai Djalil.<br /><br />Keterangan foto : Kiai Abdul Djalil saat menerima kunjungan mantan Wapres Try Soetrisno bersama istrinya, sebelum Pemilu 2004 lalu. Saat itu, Try Soetrisno juga merayakan ulang tahunnya di kediaman Kiai Djalil.<br /><br />From : www.kabarindonesia.com<br />Oleh : Muhibuddin<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-78215385127974927152008-11-17T10:26:00.001+07:002008-11-17T10:29:35.806+07:00Doa Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili 5<div align="justify"> Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.<br /><br />Semoga Allah memberi pertolongan kepada kami dan kamu pada apa yang Dia sukai dan Dia Ridhoi. Semoga Dia memilihkan untuk kami dan kamu apa yang Dia takdirkan dan Dia qodha’kan. Dan menjadikan kami dan kamu tergolong orang-orang yang menang di hari bertemu dengan-Nya.<br /><br />Wahai Allah.....<br />Wafatkanlah kami sebagai orang muslim dan ikutkanlah kami bersama Muhammad dan golongannya atas Ridha dari-Mu dan mereka dengan iringan selamat dari rasa malu dan segan serta hina oleh sebab amal perbuatan yang campur aduk kami yang telah berlalu.<br /><span class="fullpost"><br />Wahai Allah.....<br />Maafkanlah kami dalam kebodohan kami, dan janganlah Engkau menuntut kami karena kelalaian kami terhadap-Mu, dan sebab kejelekan adab kami bersama-Mu dan bersama para malaikat pencatat yang mulia.<br /><br />Wahai Allah....<br />Ampunilah dosa-dosa dan kelalaian kami, kebodohan kami terhadap nikmat-nikmat-Mu. Ampunilah kami yang sedikitnya rasa malu kami terhadap-Mu, dan sudilah kiranya Engkau menghadap kepada kami dengan Wajah-Mu, dan janganlah Engkau membiarkan kami difitnah oleh sesuatu dari makhluk-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br /><br />Wahai Allah....<br />Ampunilah kami tentang apa yang sudah diketahui oleh manusia dari makhluk-makhluk-Mu dan ampunilah kami atas apa saja yang telah Engkau ketahui dan sudah ditulis oleh para malaikat-Mu, dan ampunilah kami atas apa yang telah kami ketahui dari diri kami sedangkan tidak seorangpun dari para makhluk-Mu yang mengetahui, dan ampunilah kami atas apa yang telah Engkau tentukan kepada kami dalam semua hukum-hukum-Mu, dan karuniakanlah kami kekayaan yang dengannya kami tidak lagi membutuhkan apa-apa dari semua makhluk-Mu dan disertai pula dengan terbukanya penutup antara kami dan antara-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br /><br />Wahai Allah.....<br />Ampunilah kami dengan ampunan yang Engkau berikan kepada para kekasih-Mu yang tidak membiarkan sedikitpun keraguan dan tidak menyisakan bersamanya sesuatu celaan dan cercaan. Jadikanlah apa yang telah Engkau ketahui dalam diri kami dan dari diri kami sesuatu yang paling baik diketahui setelah dihapus dan ditetapkannya amal-amal. Sesungguhnya Ummul Kitab (Lauh Mahfudzh) ada di sisi-Mu.<br /><br />Wahai Allah....<br />Ampunilah semua dosa-dosa kami baik yang kecial maupun yang besar, yang rahasia maupun yang nampak, yang pertama maupun yang terakhir. Dan ampunilah orang-orang yang kami cintai yang melakukan perjalanan jauh dari kami, perjalanan dunia maupun akhirat, jadikanlah gerak langkah mereka sebagaimana gerak langkah orang-orang yang taqwa dan kepulangan mereka sebagaimana kembalinya orang-orang yang memperoleh keuntungan. Dan Jadikanlah kita semua dengan Rahmat-Mu orang-orang yang diterima (permohonannya), sekalipun kami adalah orang-orang yang berjalan sombong, karena para penyanggah itu sesungguhnya bermurah hati meskipun mereka mengetahui, dan Engkau lebih utama terhadap yang demikian karena Engkau Maha Mulia dari siapapun pengasih. Segala Puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.<br /><br />Wahai Allah....<br />Janganlah Engkau pulangkan kami dengan hampa sedang kami penuh berharap kepada-Mu. Janganlah Engkau tolak kami sedang kami berdo’a kepada-Mu. Kami benar-benar memohon kepada-Mu sebagaimana telah Engkau perintahkan kepada kami, maka kabulkanlah permohonan kami sebagaimana telah Engkau janjikan kepada kami, dan janganlah Engkau jadikan kerendahan diri kami sesuatu yang tidak berarti bagi-Mu dan tidak diterima. Dan sebagaimana Engkau telah memudahkan kami untuk berdoa, maka mudahkan pula terkabulnya. Seungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-43351603002156941622008-11-07T15:39:00.001+07:002008-11-08T11:08:07.591+07:00Di Sebuah Toko Buku ..........<div align="justify"> Sabtu selepas dhuhur supi’i berniat untuk pergi ke toko buku, ia mendengar bahwa toko buku tersebut menggelar discount hingga 50 %. Letak toko buku itu tidak terlalu jauh dri rumah Supi’i, kira-kira 4 kilometeran, kalau naik sepeda motor perjalanan tidak sampai 15 menit. Toko buku itu tidak begitu besar layaknya sebuah toko buku seperti Gramedia, Uranus, Toga Mas maupun Manyar Jaya yang mempunyai bangunan unik khas toko buku. Dari luar malah nampak seperti rumah biasa, cuman ada tulisan nama toko buku itu yang menunjukkan bahwa bangunan itu adalah sebuah toko buku. Letak toko buku itupun tidak se strategis toko buku lainnya yang terletak di jalan protokol atau pusat perniagaan, tetapi toko buku tersebut terletak di perkampungan. Keuntungan toko buku itu adalah jalan di depan toko buku tersebut merupakan jalan menuju beberapa kampus di surabaya, selain toko buku tersebut dekat dengan kampus ekonomi swasta terkenal juga toko buku tersebut dekat dengan perpustakaan daerah jawa timur, satu lagi kekhasan toko buku tersebut adalah hanya menjual buku-buku agama islam.<br /><span class="fullpost"><br />Supi’i pergi ke toko buku tersebut memang untuk mencari buku <span style="font-style:italic;">“Lebih dekat kepada Allah”</span> sebuah buku terjemahan dari <span style="font-style:italic;">Syarah al-Hikam karya Syaikh Ajibah al Hasani</span>. Supi’i sudah mencari ke semua toko buku itu di surabaya tetapi dia belum menemukannya, semua stock habis. Tinggal toko buku itulah harapannya.<br /><br />Pukul 14.00 lebih sedikit supi’i sampai di tempat toko buku tersebut. Sudah nampak 4 sepeda motor yang parkir di tempat parkir toko buku itu, tinggal 2 tempat parkir yang kosong untuk sepeda motor. Satu di ditempati oleh sepeda motor supi’i, sekarang praktis tinggal satu lagi yang kosong. <br /><br />Sampai di dalam terlihat dua orang kasir dan beberapa pengunjung yang rata-rata perempuan dengan jilbab lebar dan besar serta laki-lakinya dengan penampilan berjanggut dan celana yang cingkrang. Hanya terlihat supi’i yang memakai Celana jeans Lee Cooper dan kaos oblong Joger. Supi’i tahu beberapa orang melirik dan mengamati supi’i, mungkin bagi mereka supi’i adalah orang asing, karena penampilan supi’i yang lain dari kebanyakan mereka yang masuk di toko buku tersebut. Supi’i cuek aja terhadap orang-orang yang mengamatinya. Bagi dia yang penting dia berniat untuk membeli buku dan tidak mencuri serta tidak mengganggu yang lainnya.<br /><br />Sudah hampir satu jam supi’i mencari buku yang selama satu bulan ini dicari tapi belum ketemu juga. <span style="font-style:italic;">“Besar juga toko buku”</span> guman supi’i, ada 4 ruangan yang masing-masing ruangan mempunyai identifikasi sendiri. Ruangan utama yaitu ruangan yang paling besar, disitu terdapat kasir dan buku-buku islam umum, ruangan tafsir alqur’an, ruangan buku-buku remaja dan novel serta ruangan yang difungsikan sebagai gudang untuk menyimpan stock buku. Tapi untuk buku-buku tasawuf jarang sekali bahkan bukunya bisa dihitung dengan jari. Hingga akhirnya seorang bapak tua pekerja disitu bertanya kepada supi’i <span style="font-style:italic;">“cari buku apa mas”</span>. Supi’i yang disapa kemudian dengan tersenyum menjawab <span style="font-style:italic;">“buku Lebih dekat kepada Allah pak”. “Penerbitnya mana mas ?”. “oh pustaka Hidayah pak”</span>. Sekejap kemudian bapak tua itu mencarikan buku itu untuk mengecek ke data base di komputernya. Tidak lama kemudian bapak tua tersebut mencari supi’i dan berkata : <span style="font-style:italic;">“wah gak ada mas, kalau buku ini gimana”</span>. Sambil bapak tua itu menunjukkan buku tebal 2 jilid. <span style="font-style:italic;">“buku ini lengkap, mas bisa untuk bacaan selama setahun“</span>. Supi’i cuma melirik judul buku tersebut yang masih ditangan bapak tua itu, terlihat nama-nama pengarang : Al-albany, Utsaimin, Bin Baz, ibn taimiyah dll. Supi’i cuma bisa mengira-kira bahwa buku tersebut merupakan kumpulan fatwa-fatwa dari mereka. Hingga akhirnya supi’i berkata <span style="font-style:italic;">“terima kasih pak, saya hari ini cari buku-buku tasawuf”</span>.<br /><br />Tampak jelas perubahan dari raut muka bapak itu yang menjadi tidak senang terhadap supi’i kemudian sambil berkata <span style="font-style:italic;">“Naqsyabandi itu sesat masak mereka masuk puasa dan lebaran lebih dulu, mereka itu sesat dan kafir”</span>. Supi’i cuma bisa tersenyum meskipun dia sendiri merasa dongkol orang itu berkata demikian. Ia teringat akan berita di televisi dan media massa bahwa naqsyabandi Padang sumatera barat melakukan puasa dan lebaran lebih dahulu bila dibandingkan dengan pemerintah. Meskipun ia sendiri merupakan orang <span style="font-style:italic;">syadziliyah</span>, tapi supi’i tahu kalau <span style="font-style:italic;">naqsyabandi</span> itu adalah thoriqot yang mu’tabaroh yang aurad sanadnya nyambung hingga rasulullah saw. Supi’i sadar bahwa bapak tua didepannya ini adalah pengikut jamaah yang anti terhadap tasawuf dan begitu mudahnya memvonis jamaah lain di luar jamaahnya sesat, kafir, bid’ah. Supi’i jadi geli sendiri masak dengan perbedaan fiqih aja bapak tua itu sampai menyesatkan dan mengkafirkan orang lain. Didalam hati terus menerus supi’i beristghfar memohon ampunan untuk dirinya dan bapak tua itu, agar bapak tua itu diberi hidayah atau paling enggak untuk keturunannya sehingga tidak lagi anti tasawuf.<br /><br />Supi’i segera pergi untuk mencari buku yang lain, ketimbang berdebat dengan bapak tua itu, karena pasti hatinya telah keras dan tidak ada hasilnya. Supi’i jadi teringat buku yang telah dibacanya yaitu terjemahan Lathaiful Minan karya Syaikh Ibn Atha’illah As sakandary, bahwa kakek Ibn Atha’illah As sakandary adalah seorang yang anti dan memusuhi tasawuf. <br /><br />Dalam buku itu diceritakan bahwa seorang murid syaikh (abu al-abbas al-Mursy) bercerita kepadaku (Ibn Atha’illah)“ Syaikh Abu al-Abbas pernah berkata <span style="font-style:italic;">“ Apabila Ibn Atha’Illah fakih dari Iskandaria datang, kabari aku“</span>. Maka ketika engkau datang kami segera memberitahu syaikh. Ia kemudian berkata <span style="font-style:italic;">“Mendekatlah !”</span> kamipun maju mendekatinya, kemudian syaikh berujar : “Ketika kaum Quraisy mendustakan Rasulullah saw, Jibril mendatanginya beserta malaikat penguasa al Akhsyaiban (dua gunung di mekkah), Jibrial as kemudian berkata “ini adalah dua malaikat penguasa dua gunung ini. Allah memerintahkannya untuk menaati perintahmu dalam urusan kaum Quraisy”. Kemudian malaikat itu mengucapkan salam seraya berkata <span style="font-style:italic;">“Wahai Muhammad jika kau mau, akan aku timpakan kedua gunung ini kepada mereka dan pasti kulakukan”</span>. Namun Rasulullah saw menjawab <span style="font-weight:bold;">“JANGAN !!!”</span> aku berharap semoga keturunan mereka yang mengimani keesaaan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Rasulullah saw bersabar menghadapi mereka karena berharap bahwa ada anak keturunan mereka yang mengikutinya. Demikian pula kita bersabar menghadapi kakek sang faqih ini (Ibn Atha’illah) demi dirinya.<br /><br />Supi’i sadar bahwa orang beriman dan berislam itu ibarat menjadi buah, terkadang harus menjadi durian dimana manis isinya tetapi berduri kulitnya, terkadang seperti manggis dimana isinya tidak bisa dimakan, tetapi dagingnya sangat manis. Ada buah yang indah kulitnya, tetapi pahit isinya, dan hanya sedikit buah yang kulit dan isinya sama-sama indah, sama-sama manis. Ada orang yang puas dengan memamah kulit dan merasa cukup dengannya. Ada pula yang membuang kulit demi bisa menikmati isinya. Manusia sempurna adalah dia yang pakaian luarnya seindah jiwanya. Dialah para nabi, para rasul dan para wali dan kekasih Allah, merekalah teladan sejati.<br /><br />Tepat adzan ashar berkumandang supi’i berniat kembali, dia menuju ke kasir untuk membayar buku yang didapat dari toko buku tersebut. Ada dua buku yang didapatnya yaitu pertama bukunya Syaikh Abdul Qodir al-Jilany yaitu <span style="font-style:italic;">Futuhul Ghaib</span> yang dalam terjemahannya berjudul <span style="font-style:italic;">Menyingkap Rahasia Rahasia Ilahi</span> dan bukunya Syaikh Ibn Atha’illah As sakandari yang berjudul <span style="font-style:italic;">Al-Qashad al Mujarrad fi Ma’rifat al-Ism al-Mufrad</span> yang di terjemahkan menjadi <span style="font-style:italic;">“Rahasia Asma Allah”</span>. <br /><br />Supi’i bersyukur sekali karena mendapat pengalaman dan pelajaran berharga yaitu pelajaran sabar, sabar dalam menghadapi bapak tua itu dan mendoakannya sesuai yang dilakukan oleh kanjeng nabi Muhammad saw terhadap suku Quraisy dan Syaikh Abbul Abbas Al Mursi terhadap kakeknya sang fakih Syaikh Atha’illah As Sakandary yang anti tasawuf, dan tentunya juga sabar dalam mencari buku, juga supi’i sangat bersyukur sekali tidak jadi emosi menghadapi bapak itu dan tentunya supi’i juga bersyukur karena mendapatkan potongan harga 30 % untuk dua buku yang dibelinya.<br /><br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-1244019739076424102008-10-28T16:41:00.002+07:002008-10-28T16:46:21.997+07:00Rizal dan mbah Hambali<div align="justify"> Sebagai lelaki, sebetulnya umur 37 tahun belum terbilang tua benar. Tapi Rizal tak tahu mengapa kawan-kawannya selalu mengejeknya sebagai bujang lapuk, hanya karena dia belum kawin. Orang tuanya sendiri, terutama ibunya, juga begitu. Seolah-olah bersekongkol dengan kawan-kawannya itu; hampir di setiap kesempatan selalu menanyainya apakah dia sudah mendapatkan calon pendamping atau belum. Rizal selalu menanggapi semua itu hanya dengan senyum-senyum.<br /><br />Jangan salah sangka! Tampang Rizal tidak jelek. Bahkan dibanding rata-rata kawannya yang sudah lebih dahulu kawin, tampang Rizal terbilang sangat manis. Apalagi bila tersenyum. Sarjana ekonomi dan aktivis LSM. Kurang apa? <br /><span class="fullpost"><br />"Terus teranglah, Zal. Sebenarnya cewek seperti apa sih yang kau idamkan?" tanya Andik menggoda, saat mereka berkumpul di rumah Pak Aryo yang biasa dijadikan tempat mangkal para aktivis LSM kelompoknya Rizal itu. "Kalau tahu maumu, kita kan bisa membantu, paling tidak memberikan informasi-informasi."<br /><br />"Iya, Zal," timpal Budi, "kalau kau cari yang cantik, adikku punya kawan cantik sekali. Mau kukenalkan? Jangan banyak pertimbanganlah! Dengar-dengar kiamat sudah dekat lho, Zal."<br /><br />"Mungkin dia cari cewek yang hafal Quran ya, Zal?!" celetuk Eko sambil ngakak. "Wah kalau iya, kau mesti meminta jasa ustadz kita, Kang Ali ini. Dia pasti mempunyai banyak kenalan santri-santri perempuan, termasuk yang hafizhah."<br /><br />"Apa ada ustadz yang rela menyerahkan anaknya yang hafizhah kepada bujang lapuk yang nggak bisa ngaji seperti Rizal ini?" tukas Edy mengomentari.<br /><br />"Tenang saja, Zal!" ujar Kang Ali, "kalau kau sudah berminat, tinggal bilang saja padaku."<br /><br />"Jangan-jangan kamu impoten ya, Zal?" tiba-tiba Yopi yang baru beberapa bulan kawin ikut meledek. Rizal meninju lengan Yopi, tapi tidak mengatakan apa-apa. Hanya tersenyum kecut.<br /><br />"Tidak sumbut dengan tampilannmu," celetuk Pak Aryo ikut nimbrung sehabis menyeruput kopinya. "Tampang boleh, sudah punya penghasilan lumayan, sarjana lagi; sama cewek kok takut! Aku carikan bagaimana?"<br /><br />"Jawab dong, Zal!" kata Bu Aryo yang muncul menghidangkan pisang goreng dan kacang rebus, mencoba menyemangati Rizal yang tak berkutik dikerubut kawan-kawannya.<br /><br />"Biar saja, Bu," jawab Rizal pendek tanpa nada kesal. "Kalau capek kan berhenti sendiri."<br /><br />Memang Rizal orangnya baik. Setiap kali diledek dan digoda kawan-kawannya soal kawin begitu, dia tidak pernah marah. Bahkan diam-diam dia bersyukur kawan-kawannya memperhatikan dirinya. Dan bukannya dia tidak pernah berpikir untuk mengakhiri masa lajangnya; takut pun tidak. Dia pernah mendengar sabda Nabi yang menganjurkan agar apabila mempunyai sesuatu hajat yang masih baru rencana jangan disiar-siarkan. Sudah sering --sampai bosan-- Rizal menyatakan keyakinannya bahwa jodoh akan datang sendiri, tidak perlu dicari. Dicari ke mana-mana pun, jika bukan jodoh pasti tidak akan terwujud. Jodoh seperti halnya rezeki. Mengapa orang bersusah-payah memburu rezeki, kalau rezeki itu sudah ditentukan pembagiannya dari Atas. Harta yang sudah di tangan seseorang pun kalau bukan rezekinya akan lepas. Dia pernah membaca dalam buku "Hikam"-nya Syeikh Ibn ’Athaillah As-Sakandarany sebuah ungkapan yang menarik, "Kesungguhanmu dalam memperjuangankan sesuatu yang sudah dijamin untukmu dan kesambalewaanmu dalam hal yang dituntut darimu, membuktikan padamnya mata-hati dari dirimu."<br /><br />Setiap teringat ungkapan itu, Rizal merasa seolah-olah disindir oleh tokoh sufi dari Iskandariah itu. Diakuinya dirinya selama ini sibuk --kadang-kadang hingga berkelahi dengan kawan-- mengejar rezeki, sesuatu yang sebetulnya sudah dijamin Tuhan untuknya. Sementara dia sambalewa dalam berusaha untuk berlaku lurus menjadi manusia yang baik, sesuatu yang dituntut Tuhan.<br />"Suatu ketika mereka akan tahu juga," katanya dalam hati.<br />***<br />Syahdan, pada suatu hari, ketika kelompok Rizal berkumpul di rumah Pak Aryo seperti biasanya, Kang Ali bercerita panjang lebar tentang seorang "pintar" yang baru saja ia kunjungi. Kang Ali memang mempunyai kesukaan mengunjungi orang-orang yang didengarnya sebagai orang pintar; apakah orang itu itu kiai, tabib, paranormal, dukun, atau yang lain. "Aku ingin tahu," katanya menjelaskan tentang kesukaannya itu, "apakah mereka itu memang mempunyai keahlian seperti yang aku dengar, atau hanya karena pintar-pintar mereka membohongi masyarakat sebagaimana juga terjadi di dunia politik." Karena kesukaannya inilah, oleh kawan-kawannya Kang Ali dijuluki pakar "orang pintar".<br /><br />"Meskipun belum tua benar, orang-orang memanggilnya mbah. Mbah Hambali. Orangnya nyentrik. Kadang-kadang menemui tamu ote-ote, tanpa memakai baju. Kadang-kadang dines pakai jas segala. Tamunya luar biasa; datang dari segala penjuru tanah air. Mulai dari tukang becak hingga menteri. Bahkan menurut penuturan orang-orang dekatnya, presiden pernah mengundangnya ke istana. Bermacam-macam keperluan para tamu itu; mulai dari orang sakit yang ingin sembuh, pejabat yang ingin naik pangkat, pengusaha pailit yang ingin lepas dari lilitan utang, hingga caleg nomor urut sepatu yang ingin jadi. Dan kata orang-orang yang pernah datang ke Mbah Hambali, doa beliau memang mujarab. Sebagian di antara mereka malah percaya bahwa beliau waskita, tahu sebelum winarah."<br /><br />Pendek kata, menurut Kang Ali, Mbah Hambali ini memang lain. Dibanding orang-orang "pintar" yang pernah ia kunjungi, mbah yang satu ini termasuk yang paling meyakinkan kemampuannya.<br /><br />"Nah, kalau kalian berminat," kata Kang Ali akhirnya, "aku siap mengantar."<br /><br />"Wah, ide bagus ini," sahut Pak Aryo sambil merangkul Rizal. "Kita bisa minta tolong atau minimal minta petunjuk tentang jejaka kasep kita ini. Siapa tahu jodohnya memang melalui Mbah Hambali itu."<br /><br />"Setujuuu!" sambut kawan-kawan yang lain penuh semangat seperti teriakan para wakil rakyat di gedung parlemen. Hanya Rizal sendiri yang, seperti biasa, hanya diam saja; sambil senyum-senyum kecut. Sama sekali tak ada tanda-tanda dia keberatan. Apakah sikapnya itu karena dia menghargai perhatian kawan-kawannya dan tak mau mengecewakan mereka, atau sebenarnya dia pun setuju tapi malu, atau sebab lain, tentu saja hanya Rizal yang tahu. Tapi ketika mereka memintanya untuk menetapkan waktu, dia tampak tidak ragu-ragu menyebutkan hari dan tanggal; meski seandainya yang lain yang menyebutkannya, semuanya juga akan menyetujuinya, karena hari dan tanggal itu merupakan waktu prei mereka semua.<br />***<br />Begitulah. Pagi-pagi pada hari tanggal yang ditentukan, dipimpin Kang Ali, mereka beramai-ramai mengunjungi Mbah Hambali. Ternyata benar seperti cerita Kang Ali, tamu Mbah Hambali memang luar biasa banyaknya. Pekarangan rumahnya yang luas penuh dengan kendaraan. Dari berbagai plat nomor mobil, orang tahu bahwa mereka yang berkunjung datang dari berbagai daerah. Rumahnya yang besar dan kuno hampir seluruh ruangnya merupakan ruang tamu. Berbagai ragam kursi, dari kayu antik hingga sofa model kota, diatur membentuk huruf U, menghadap dipan beralaskan kasur tipis di mana Mbah Hambali duduk menerima tamu-tamunya. Di dipan itu pula konon si mbah tidur. Persis di depannya, ada tiga kursi diduduki mereka yang mendapat giliran matur.<br /><br />Ternyata juga benar seperti cerita Kang Ali, Mbah Hambali memang nyentrik. Agak deg-degan juga rombongan Rizal cs melihat bagaimana "orang pintar" itu memperlakukan tamu-tamunya. Ada tamu yang baru maju ke depan, langsung dibentak dan diusir. Ada tamu yang disuruh mendekat, seperti hendak dibisiki tapi tiba-tiba "Au!" si tamu digigit telinganya. Ada tamu yang diberi uang tanpa hitungan, tapi ada juga yang dimintai uang dalam jumlah tertentu.<br /><br />Giliran rombongan Rizal cs diisyarati disuruh menghadap. Kang Ali, Pak Aryo, dan Rizal sendiri yang maju. Belum lagi salah satu dari mereka angkat bicara, tiba-tiba Mbah Hambali bangkit turun dari dipannya, menghampiri Rizal. "Pengumuman! Pengumuman!" teriaknya sambil menepuk-nepuk pundak Rizal yang gemetaran. "Kenalkan ini calon menantu saya! Sarjana ekonomi, tapi nyufi!" Kemudian katanya sambil mengacak-acak rambut Rizal yang disisir rapi, "Sesuai yang tersurat, kata sudah diucapkan, disaksikan malaikat, jin, dan manusia. Apakah kau akan menerima atau menolak takdirmu ini?"<br /><br />"Ya, Mbah!" jawab Rizal mantap.<br />"Ya bagaimana? Jadi maksudmu kau menerima anakku sebagai istrimu?"<br /><br />"Ya, menerima Mbah!" sahut Rizal tegas.<br />"Ucapkan sekali lagi yang lebih tegas!"<br /><br />"Saya menerima, Mbah!"<br />"Alhamdulillah! Sudah, kamu dan rombonganmu boleh pulang. Beritahukan keluargamu besok lusa suruh datang kemari untuk membicarakan kapan akad nikah dan walimahnya!"<br /><br />Di mobil ketika pulang, Rizal pun dikeroyok kawan-kawannya.<br />"Lho, kamu ini bagaimana, Zal?" kata Pak Aryo penasaran. "Tadi kamu kok ya ya saja, seperti tidak kau pikir."<br /><br />"Kau putus asa ya?" timpal Budi. "Atau jengkel diledek terus sebagai bujang lapuk, lalu kau mengambil keputusan asal-asalan begitu?"<br />"Ya kalau anak Mbah Hambali cantik," komentar Yopi, "kalau pincang atau bopeng, misalnya, bagaimana?"<br /><br />"Pernyataanmu tadi disaksikan orang banyak lho," kata Eko mengingatkan. "Lagi pula kalau kau ingkar, kau bisa kualat Mbah Hambali nanti!"<br />"Jangan-jangan kau diguna-gunain Mbah Hambali, Zal!" kata Andik khawatir.<br /><br />Seperti biasa, Rizal hanya diam sambil senyum-senyum. Kali ini tidak seperti biasa, Kang Ali juga diam saja sambil senyum-senyum penuh arti.<br /><br />Rembang, 2004<br />KH. A. Mustofa Bisri<br />From : www.gusmus.net<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-61611295131736634392008-10-16T13:32:00.002+07:002008-10-16T13:40:46.094+07:00Doa Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili 4<div align="justify">Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang<br /><br />Wahai Allah...<br />Sesungguhnya Aku memohon Kepada-Mu dengan keagungan Nabi Muhammad yang terpilih, dan Nabi Ibrahim yang memenuhi janji, dan dengan kehormatan setiap rasul, Nabi, Shiddiq (orang yang sangat benar), Wali, Syahid, juga Shalih (orang Saleh) dan taqiy (orang yang taqwa), dan dengan kehormatan nama-nama Agung dan dengan Asma’ kesemuanya<br /><span class="fullpost"><br />wahai Allah..........<br />aku mohon kepada-Mu, hapuskanlah makhluk-makhluk ini dari hati kami, <br />jadikanlah mereka didalam rahasia kami bagaikan debu diudara, <br />dan bimbinglah kami pada tuntunan para nabi-Mu dan para manusia pilihan-Mu serta orang-orang yang taqwa kepada-Mu baik secara sembunyi maupun nyata. <br />Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-28304333307850729942008-10-14T08:26:00.006+07:002008-10-14T09:09:12.758+07:00Menyongsong Perdamaian Dunia dengan Sufisme Islam<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjt_EBtSZN0y5jlSUgxw-teB9qWmxfKVcel8wb_F3rbAt0UdgVZ9mY2LY0NOlPGgJKeMPFOM2VyeVuZSvy9QcUG1fOPVQ8zOUjprsfJIUwuxuhWWepM5xrtfbt4j2mZvpMBWZnVsMZGpZs/s1600-h/Syaikh+Luqman.gif"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 131px; height: 164px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjt_EBtSZN0y5jlSUgxw-teB9qWmxfKVcel8wb_F3rbAt0UdgVZ9mY2LY0NOlPGgJKeMPFOM2VyeVuZSvy9QcUG1fOPVQ8zOUjprsfJIUwuxuhWWepM5xrtfbt4j2mZvpMBWZnVsMZGpZs/s320/Syaikh+Luqman.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5256816184757919154" border="0" /></a><div align="justify"> Dunia sufi, sebagai inti sari Islam, sebenarnya berpotensi besar untuk berkontribusi bagi terciptanya perdamaian dunia. Dengan menyelami sufisme, umat Islam diharapkan tidak lagi mencerna suatu masalah dari apa yang tampak di permukaan, tetapi dapat memandang segala sesuatunya dari sisi hakikat. "Melalui sufisme, manusia diajak untuk berserah diri secara total kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa," ujar KH Luqman Hakim (46), pembimbing dan pengajar dunia sufi di Jakarta.<br /><span class="fullpost"><br />Bagi sufisme, proses menjalani takdir kehambaan merupakan hal penting. Ketika nilai-nilai sufisme sudah dipraktikkan dalam diri, seseorang bisa menjadi semakin spiritualis. "Ia tidak lagi akan kaku di dalam memandang segala persoalan," tutur Kiai Luqman, yang juga menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Sufi serta jadi pengasuh majelis pengajian sufi di Jabodetabek. Kelenturan di dalam memandang suatu persoalan itulah yang pada akhirnya diharapkan dapat berkontribusi bagi upaya-upaya menciptakan perdamaian dunia.<br /><br />SP berkesempatan berbincang dengan KH. Luqman Hakim di The WAHID Institute, seusai pengajian "Sufi Islam dan Perdamaian Dunia" yang diselenggarakan untuk menyambut ulang tahun ke-4 The WAHID Institute, Senin (8/9) malam.<br /><br />Apa inti sari pengajaran di dunia sufi, berikut wawancara khusus SP dengan KH. Luqman Hakim, sang Pembimbing dan pengajar sufisme.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Mengapa tertarik menekuni sufisme?</span><br /><br />Sufisme adalah pilihan yang tidak ditekuni banyak orang. Dunia sufi itu sebenarnya soal nucleus, yakni inti sari Islam itu sendiri. Spiritnya. Kami mencoba membangun sumber-sumber air yang lebih jernih di Jakarta sebagai wilayah perkotaan, supaya keterasingan seseorang dalam kehidupan per-kotaan tidak membikin dia kian gersang secara spiritual.<br /><br />Ada ayat yang sering dikutip kaum pluralis, yakni, <span style="font-style:italic;">"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS Al-Hujurat:13)".</span><br /><br />Isilah <span style="font-style:italic;">li ta'arafu</span> dalam ayat itu maknanya banyak sekali. Tetapi, dalam perspektif sufi, li ta'arafu bukan sekadar kenal-mengenal dan saling mencerdaskan, melainkan juga saling mengenalkan kemakrifatan Allah kepada sesama.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Untuk mengatasi kegersangan jiwa, apa yang bisa dilakukan dengan sufisme?</span><br /><br />Ketika jiwa gersang, manusia sedang melesat keluar dari orbit spiritnya. Dia mencoba membangun kerajaan sendiri, atau planet-planet sendiri, di dalam hidup ini. Manusia kemudian terlepas dari fitrahnya.<br /><br />Dunia sufi adalah dunia paling primordial dalam spirit dunia Islam, yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, yang kemudian disempurnakan para sufi. Saya hingga sekarang masih optimistis, nilai-nilai sufistik adalah nilai-nilai yang bisa mendamaikan dunia. Sebab, sufi memandang segala sesuatu tidak dengan kaku. Misalnya, kotoran bagi orang-orang syariat tentu dipandang sebagai najis yang harus disingkirkan. Tetapi, sufi tidak memaknai kotoran cuma dengan cara seperti itu. Bagi penganut sufisme, kotoran tidak semata-mata dipandang najis, tetapi bisa juga untuk pupuk.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Bisa disimpulkan sufisme memandang segala sesuatu tidak dari tampilan permukaan, tetapi dari hakikat?<br /></span><br />Dalam wacana sufi ada pengungkapan yang berbunyi semacam ini, "Cahaya para sufi mendahului wacananya". Sementara itu, para ulama cenderung punya pendekatan, "Wacana para ulama dan cendekiawan mendahului cahayanya". Jadi, para sufi berpendapat, bukan karena adanya dorongan 'oh, enaknya saya berkata seperti itu' lalu ia berkata seperti itu, tetapi memang karena sudah seharusnya ia berbicara seperti itu.<br /><br />Munculnya wacana menjadi bagian sistematik kosakata yang bergantung pada kebiasaan-kebiasaan intelektual seseorang. Kalau dia seorang penyair, kalimat-kalimatnya menjadi syair yang indah. Wacana hanya menjadi semacam screen.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Banyak ulama berpendapat, tasawuf hendaknya didalami jika telah memiliki fondasi syariat yang kuat. Anda sepakat?</span><br /><br />Sufisme tidak melakukan pemosisian semacam itu. Manusia kenyataannya adalah satu kesatuan organisme, sehingga baik hakikat maupun syariat, harus berjalan berbarengan. Bagi sufi, manusia mempunyai aspek lahiriah dan batiniah. Apabila berpuasa, misalnya, kita harus ikhlas. Salat juga harus khusyuk. Bagi saya, sufisme berada di wilayah khusyuk, ikhlas, dan rela.<br /><br />Mendalami sufisme tidak harus dihadapkan pada persoalan manakah yang harus didahulukan, apakah hakikat ataukah syariat. Maka, dibutuhkan seorang mursyid, sang pembimbing yang bisa menata perilaku pertumbuhan batin seseorang dengan Tuhannya, Allah. Di bawah bimbingan seorang mursyid, diharapkan tidak ada konflik antara pikiran dan hati.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Tetapi, bagaimana kita bisa mendalami hakikat sesuatu apabila syariat saja belum sempurna dilaksanakan?</span><br /><br />Sepanjang manusia masih terikat ruang dan waktu, aspek lahiriah berupa pelaksanaan syariat memang harus semacam itu. Kalau manusia tidak kenal ruang dan waktu, oleh syariat dia tidak diwajibkan. Misalnya, orang gila, pingsan, atau tertidur, tidak diwajibkan salat.<br /><br />Kesadaran ruang dan waktu pasti hubungannya dengan aspek fisikal. Tuhan mewajibkan orang salat karena manusia masih berada di dunia. Alam fisikal semesta ini bergantung pada orang salat. Tidak heran apabila ada ungkapan bahwa kiamat akan ditunda sepanjang ada manusia masih menyeru, <span style="font-weight:bold;">"Allah, Allah, Allah!"</span><br /><br />Salat berbentuk sujud dan rukuk karena memiliki makna-makna luar biasa yang berhubungan dengan gerak-gerik kosmologis dan astrologis, yaitu semesta raya ini. Kalau umat Islam sepakat, bahwa untuk selama satu jam seluruh umat Islam di bumi ini berhenti salat, saya yakin planet-planet di seluruh alam semesta ini akan bertubrukan. Sebab, salat memang aspek lahiriah yang harus ditunaikan. Sufisme itu sendiri hanya ingin mengantarkan, supaya ketika orang salat secara lahiriah, batin dia juga harus ikut salat.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Pencapaian apa yang diharapkan bisa diraih dengan mendalami sufisme?</span><br /><br />Sufisme sebenarnya hanya untuk memosisikan kembali bahwa kita, manusia, adalah hamba dengan segala haknya, dan Allah adalah Tuhan dengan segala hak-Nya. Jadi, jangan sampai ada lagi pertanyaan ketika manusia menghadap Tuhan nanti. Sebab, ketika besok kita menghadap Allah, tidak akan ada lagi pertanyaan dari diri kita begitu sampai di hadapan Dia. Yang ada hanya "bengong abadi" dalam transformasi kenikmatan yang terus-menerus.<br /><br />Penyadaran-penyadaran itu perlu mendekonstruksi cara pandang kemudian. Misalnya, mayoritas umat Islam selalu mengandalkan amal kebajikan. Seakan-akan amal kebajikan itu paspor untuk masuk ke surga. Dunia sufi membongkar hal-hal semacam itu. Dinolkan kembali. Jadi, yang diandalkan manusia itu seharusnya yang menciptakan amal kebajikan, yakni Allah. Yang diandalkan bukanlah amal kebajikan semata.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Penyerahan diri secara total kepada Tuhan apakah tidak cukup dilakukan dengan syariat?</span><br /><br />Tidak. Ada kalimat Imam Maliki yang mengatakan, "Siapa yang melakukan syariat tanpa tasawuf, dia bisa fasik". Artinya, dia menjadi orang yang keras kepala, sombong, merasa paling hebat dan benar sendiri. Sebaliknya, "Siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat, dia akan zindiq". Di situ, kehadiran Tuhan hanya dipersepsikan secara kebatinan belaka. Cuma semata-mata berbekal eling. Sufisme berupaya memosisikan kembali, bahwa jika manusia mengenal Tuhan itu Maha Esa, maka apa hubungan diri dia dengan keesaan Tuhan itu sendiri.<br /><br />Saya berpendapat, sufisme mengalami penyimpangan kalau dia meninggalkan syariat. Memang, ada orang yang kelihatan tidak bersyariat. Tetapi, hal itu karena dia sudah melesat dari batasan batasan ruang dan waktu. Ada suasana ekstase. Tetapi, suasana ekstase itu pun merupakan proses, dan bukan sesuatu yang bersifat final.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Bagaimana sufisme Islam bisa berkontribusi bagi perdamaian dunia?</span><br /><br />Sufisme adalah salah satu nilai yang kalau dipraktikkan seseorang, maka dia bisa semakin spiritualis apa pun profesinya. Sebab, di dalam sufisme, ada proses perlawanan terus-menerus terhadap diri sendiri. Dari sinilah seseorang membangun paradigma atau cara pandang hidup yang sering kali jadi berbeda.<br />Ada berbagai nilai yang ingin saya kembangkan dalam literatur-literatur komunitas sufi, misalnya "Doa lebih utama daripada dikabulkan", "Berjuang lebih utama daripada sukses", dan "Beribadah lebih utama daripada pahala". Sebab, orang-orang sering hanya mencari ijabah, pahala, dan sorga. Itu semua adalah nafsu. Bagi sufisme, yang terpenting adalah proses menjalani takdir kehambaan.<br /><br /><span style="font-style:italic;">Dari sudut pandang sufisme, bagaimana Anda memandang umat Islam di Indonesia saat ini?</span><br /><br />Ada posisi umat Islam di negara ini yang mirip orang "kebelet" mau ke kamar kecil. Saking tidak sabaran, ia menggedor-gedor pintu. Islam "kebelet" ini dengan modal pengetahuan dia yang sedikit tentang Islam, ingin agar segala sesuatunya selesai atas nama Islam.<br /><br />Nah, setelah masuk ke bilik air, ada yang namanya Islam "ngeden" (mengejan, Red). Ia paksakan segala sesuatunya atas nama Islam, tetapi sesungguhnya itu nafsu belaka.<br /><br />Para sufi sering kali menganjurkan anekdot itu. Ketika ingin menghadap Tuhan, jangan kita seperti orang "ngeden". Orang yang sangat ingin cepat selesai, kepingin instan. Ada ayat yang sering diklaim oleh para penganut Islam "kebelet" ini, yaitu "Masuklah Islam secara kaffah". Tetapi, bagi para sufi, lebih tepat jika anjuran yang disampaikan kepada manusia adalah "Masuklah ke dalam perdamaian secara total".<br /><br /><span style="font-style:italic;">Mengapa konflik kekerasan banyak terjadi di negara-negara Islam, padahal tidak sedikit di antara mereka yang mengenal sufisme?</span><br /><br />Harus diingat, perdamaian semu juga sedang berkembang pesat. Artinya, perdamaian hipokrit. Seakan-akan ada perdamaian. Ini sama halnya dengan demokrasi semu, yakni seakan-akan berdemokrasi. Di dunia Islam juga ada hal-hal semu semacam itu. Maka, saya cenderung menyebutkan, "Masuklah dalam perdamaian secara total", dan bukannya "Masuklah dalam Islam secara kaffah<br />(total, Red)".<br /><br />Di sini, paradigma perdamaian dalam dunia sufi mengacu pada perilaku. Sebab, hal ini yang akan membangun sebuah peradaban atau kultur. Hal ini harus dibangun melalui pendidikan tentang hak-hak kehambaan. Sebab, dengan kesadaran hak-hak sebagai seorang hamba, manusia akan punya "perasaan memiliki", yang pada akhirnya memunculkan perasaan cinta secara terus-menerus bersama Tuhan. Melalui kebersamaan dengan Tuhan, kehidupan secara organis akan proporsional. Kalaupun terjadi sesuatu yang menyangkut tindak kekerasan atau antiperdamaian, semuanya akan diselesaikan dengan cara-cara seperti paradigma sufi.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">PEWAWANCARA: ELLY BURHAINI FAIZAL<br />Suara Pembaruan, Ahad, 14 September 2008)</span><br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-11928540352631500002008-10-08T11:17:00.003+07:002008-10-08T11:31:32.499+07:00Bertemu Nabi Khidir ????<div align="justify"> Sore itu sehabis adzan ashar tidak seperti biasanya supi’i pulang dari kerjanya, ia buru-buru untuk menghidupkan kendaraannya dan setelah itu dipacu dengan kecepatan sedang. Sebenarnya supi’i tidak tahu pasti kemana tujuannya untuk meninggalkan kantor tempat ia bekerja sebelum jam pulang kerjanya. Ia cuma menjalankan kendaraannya saja keliling-keliling kota, jalan, jalan dan jalan. Ia sendiri tidak tahu, kreteg dihatinya ia pingin pergi gitu aja. Ya sudah jadilah begini puter-puter nggak tahu artinya dan meng-ukur panjang jalan yang dilaluinya.<br /><span class="fullpost"><br />Tanpa sadar ia lihat arlojinya jam sudah menunjukkan pukul empat sore lebih, segera ia istighfar berkali-kali karena ia belum sholat ashar. Ia biasanya melakukan sholat ashar di kantornya. Kali ini supi’i sedikit sadar, segera ia berjalan lagi dan memacu kendaraannya dengan kecepatan yang sedikit lebih kencang dibandingkan tadi. Kali ini tujuannya jelas, ia harus mencari masjid untuk melakukan sholat ashar.<br /><br />Hingga akhirnya ia sampai di pinggiran kota dan menemukan sebuah masjid tua. Masjid yang sederhana, tidak ada menara tetapi cuman kubah kecil yang diatasnya ada lafadz Allah. Sekilas memang nampak seperti rumah biasanya. Lafadz diatas kubah itulah yang menunjukkan bahwa itu sebuah masjid. Segera supi’i memarkir kendaraannya. Sekali lagi ia pandangi masjid itu dari tempat ia memarkir kendaraannya. Ia pejamkan matanya, aneh begitu damai supi’i rasakan. Ia merasakan begitu masjid itu sangat bercahaya.<br /><br /><span style="font-style:italic;">“Bismillahir rohmannir rohiim”</span>, mantap supi’i menuju masjid. Ia tata sandal terbalik seperti yang diajarkan di PETA (maklum Supi’i selalu teringat kata-kata yang ditulis ditembok depan Musholla PETA <span style="font-style:italic;">“Yen kepingin noto ati, totonen ...... sandal, baqiyak, sepatumu disik ; iki contone”)</span>. Ketika berdiri setelah menata sandal itu supi’i semakin terkejut dengan datangnya seseorang tua berpakaian putih dan bersarung hijau dari dalam masjid menuju serambi untuk menyambut dirinya. <span style="font-style:italic;">“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh</span>, Alhamdulillah nak supi’i sudah sampai. <span style="font-style:italic;">“wa wa wa alaikumus salam”</span>, jawab supi’i kaget. Dalam hatinya ia bertanya-tanya siapakah beliau hingga tahu namanya segala. Sungguh supi’i sama sekali belum mengenal orang itu. Apalagi beliau seperti memang menunggu kedatangannya. “Ayo nak supi’i itu tempat wudlunya cepat wudlu entar keburu asharnya habis. Bapak tunggu didalam masjid ya”. “baik pak”, jawab supi’i. <br /><br />Segera supi’i pergi ke tempat wudlu, tempat wudlunya pun sangat sederhana. Tidak ada kran air yang ada cuman kolam besar 3 kali 2 meter yang dipakai bersama-sama untuk berwudlu. Segera supi’i berwudlu dia berniat wudlu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah. Meskipun supi’i masih punya wudlu (Supi’i selalu mendawamkan batal wudlu ajaran PETA) tetapi supi’i selalu memperbarui wudlu ketika akan melakukan sholat.<br /><br />Setelah berdo’a sehabis wudlu segera supi’i menuju ke dalam masjid untuk menghadap bapak tua itu. Tampak jelas sekali masjid itu sangat sederhana sekali. Dindingnya bercat putih sedikit kusam, lantainya bukan dari keramik apalagi pualam atau marmer tetapi dari ubin yang berwarna kuning, bahkan ada bagian lain ubinnya sudah hilang dan cuman di tambal dengan semen aja. Sambil berjalan supi’i pandangi bapak tua itu. <span style="font-style:italic;">“Subhanallah”</span> dalam hatinya supi’i merasakan bapak tua itu wajahnya sangat bercahaya. Mungkinkah cahaya masjid ini berasal dari wajah bapak tua itu ?<br /><br />“Silahkan nak supi’i sholat dulu disamping bapak, kalau bapak sih sudah sholat ashar tadi. Setelah Sholat ashar itu, bapak tua itu kemudian berkata, “Nak sekarang mari kita berdo’a dan nak Supi’i tinggal mengamini saja”. “baik pak” jawab supi’i. Setelah berdoa itulah kemudian bapak tua memegang dada supi’i sambil berkata “kamu harus sabar..., kamu harus sabar...., kamu harus sabar ya...., setelah itu bapak tua tadi meletakkan jempol tangan kanannya ke langit-langit mulut supi’i yang sebelumnya ditempelkan dari langit-langit mulutnya. Supi’i cuma bisa menurut saja apa yang dilakukan oleh bapak tua tadi terhadap dirinya. Setelah itu bapak tua tadi berdoa lagi dan supi’i pun turut mengamininya hingga selesai. Setelah itu bapak tua itu berkata kepada supi’i : “ kamu harus sabar ya...., istiqomah ya..., sekarang nak supi’i segera pulang karena hari sebentar lagi menjelang malam. “baik bapak terima kasih atas semuanya” sambil kemudian supi’i mencium tangan bapak tua itu untuk berpamitan. Terasa halus sekali tangan bapak tua itu seperti halusnya kulit bayi, guman supi’i. <span style="font-style:italic;">“assalamu’alaikum”</span> kata supi’i. <span style="font-style:italic;">“Wa alaikumus salam warohmatullohi wabarokatuh”</span> jawab bapak tua itu.<br /><br />Supi’i pun segera berdiri untuk pulang, sesampainya di serambi masjid diapun kembali lagi karena penasaran dan pingin bertanya kepada bapak tua itu siapakah sebenarnya Beliau. Tetapi ketika dilihat sekeliling ruangan masjid dia tidak menemukannya, bahkan tidak ada seorangpun didalam masjid itu kecuali dia. Kemana perginya bapak tua itu dia gak tahu, datang tiba-tiba dan hilangnyapun tiba-tiba. Supi’i cuma bisa menerka-nerka bapak tua itu. Mungkinkan seorang waliyullah, atau mungkinkan malaikat, atau mungkin juga nabi khidir yang selalu ditawasulinya setiap hari minimal tiga kali ketika membaca aurod syadziliyah ? <span style="font-style:italic;">Wallahu ‘alam bishowab</span>.<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-58845452464187770522008-09-22T08:53:00.002+07:002008-09-22T09:29:56.462+07:00Mengenal Allah Melalui Allah<div align="justify"> <br />Peristiwa paling monumental dalam sejarah dunia adalah turunnya Alquran kali pertama di Gua Hira'. Pertemuan Rasulullah Sayyidina Muhammad SAW dengan Malaikat Jibril saat itu, bertepatan dengan Lailatul Qadr, merupakan representasi dari awal sekaligus akhir perjalanan waktu dunia yang terbatas, menuju Waktu Ilahi yang tiada hingga, azali dan abadi.<br /><br />Betapa tidak. Ketika Jibril AS memeluk beliau sambil mendiktekan bacaan, "Iqra'!," lalu dijawabnya, "Maa anaa bi qaari'" (Aku tak bisa membaca). Sebuah jawaban teologis, filosofis, dan sekaligus sufistik. Disebut teologis karena ketika itu Rasulullah berada di hadapan wajah Allah, sehingga yang ada hanyalah Tauhidullah, bahkan dirinya sendiri sekali pun sirna dalam Tauhid sampai harus berkata, "Aku tak bisa membaca..."<br /><span class="fullpost"><br />Begitu juga sangat filosofis, karena dunia filsafat tak habis-habisnya mengurai peristiwa itu, sebagai landasan utama peradaban tauhid di muka bumi, dan setiap dimaknai filosofis, muncul pula cahaya baru di balik makna yang tersembunyi.<br /><br />Bahkan, juga sangat sufistik, karena "Al-qaari al-haqiqi huwa Allah ta'ala", Sang pembaca yang hakiki adalah Allah ta'ala. Karena Dialah Yang Berkalam dan Yang Maha Tahu makna kalam yang sesungguhnya.<br /><br />Sampai ketiga kali, di saat Jibril AS meneruskan, Iqra' bismi robbikalladzi khalaq.... dst Nabi Muhammad SAW baru bisa menirukan. Di sinilah rahasia asma Allah tersembunyi -dan dalam urgensi ma'rifatullah (mengenal Allah) terurai , bagaimana Rasulullah SAW mampu membaca ketika kelanjutan ayat kalimat pada ayat itu tebersit kalimat. Bismi Rabbik (Dengan asma Tuhanmu). Seandainya boleh ditafsirkan, "Bacalah Alquran ini dengan nama Tuhanmu. Siapa nama Tuhanmu? "Allah!", dengan kata lain, bacalah Alquran ini dengan Allah... Allah... Allah...".<br /><br />Memang demikian, akhirnya tak satu pun dari seluruh tinta yang menghabiskan tujuh lautan ruhani maupun tujuh lautan fisika, mampu menuliskan, melukiskan, bahkan menggambarkan dahsyatnya ilmu Allah dalam kalamullah itu. Yang ada hanyalah gemuruh jiwa yang menggetarkan seluruh jagat semesta ruhani dan jasmani, dalam kristal jantung Rasulullah SAW, sampai beliau menggigil dalam fana'ul fana'. Karena Wayabqqo wajhu rabbika dzul-jalaali wal-ikraam, (Yang ada hanyalah wajah Tuhanmu Yang Maha Agung nan Mulia) ketika itu.<br /><br />"Zammiluuni... Zammiluuni...." Selimuti aku.... selimuti aku.... Seakan Rasulullah SAW, berkata, "Selimuti aku.... selimuti... karena Cahaya dari Maha Cahaya-Mu yang memancar di seluruh jagat cerminku. Selimuti aku, selimuti...., betapa senyap, sunyi, beku, dingin, tiada tara dalam Genggaman-Mu.... Selimuti... Oh, selimuti.... dan akulah sesungguhnya selimut-Mu.... Akulah Nama-Mu, akulah Ismu Rabbik itu... Oh....."<br /><br />Saat itu, dan mulai kala itu pula, tiada hari tanpa munajat, tiada kondisi dan waktu, melainkan adalah waktu-waktu penuh liqa' Allah (pertemuan dengan Allah). Maka ismu Rabbik (nama Tuhanmu) itu melimpah begitu dahsyatnya tanpa bisa terucap, tertulis, dan terbayang, menjadi al-asma'ul husna, di antaranya asmaul husna dalam surat Al-Hasyr yang ada dalam Alquran.<br /><br />Peristiwa Hira' itu juga awal mula sebuah ajaran tentang zikrulah dimulai. Gemuruh zikrullah telah menyelimuti seluruh nadi, ruh, dan sirr (rahasia batin) Rasulullah SAW, dalam hamparan jiwanya. Karena hanya jiwa-jiwa yang beriman yang bisa menjadi istana ilahiyah.Bahkan, dari 99 al-asmaul husna yang pernah dihaditskan oleh Rasulullah SAW, dibaca oleh Asy-Syeikhul Akbar Muhyiddin Ibnu 'Araby, kemudian tertulis dalam kitabnya, An-Nuurul Asna Bi-MunajaatiLlaahi Bi-Asmaail Husnaa. 99 Munajat yang begitu indah, sekaligus menggambarkan huquq ar-rubuiyyah (Hak-hak Ketuhahan) dan huqul 'ibad wal 'ubudiyah (hak-hak kehambaan dan ubudiyah).<br /><br />Misalnya, ketika membaca asma-Nya, "Allah", Ibnu 'Araby bermunajat: Ya Allah, tunjukkan padaku, bersama-Mu, kepada-Mu. Limpahilah rizki keteguhan (keketapan) di sisi Wujud-Mu, sepanjang diriku dengannya, untuk beradab di hadapan-Mu....<br /><br />Yaa... Rahmaan, kasihanilah daku dengan pemenuhan paripurna nikmat-nikmat-Mu, tersampainya cita-cita ketika menahan cobaan-cobaan dahsyat dan ujian-Mu.<br /><br />Yaa... Rahiim, sayangilah daku dengan memasukkan ke syurga-Mu dan bersuka ria dengan taqarrub dan memandang-Mu...<br /><br />Yaa Maalik, Wahai.... Diraja dunia dan akhirat, dengan kekuasaan mutlak paripurna, jadikan diriku sampai di jannatun na'im dan Kerajaan Agung dengan beramal penuh total.<br /><br />Yaa.. Quddus, sucikan diriku dari aib-aib dan bencana, sucikan diriku dari dosa-dosa dan kejahatan diri.<br /><br />Yaa... Salaam, selamatkan daku dari seluruh sifat yang tercela, dan jadikan diriku golongan orang yang datang kepada-Mu dengan qalbun saliim.<br /><br />Ya... Mu'min, amankanlah daku di hari yang paling mengejutkan, limpahilan rizki padaku dengan bertambahnya iman kepada-Mu, sebagai bagianku.<br /><br />Yaa... Muhaimin, jadikanlah diriku sebagai penyaksi dan pemandang atas pemeliharaan-Mu, dan jadikanlah daku sebagai pemelihara dan pemegang amanah-amanah-Mu dan janji-janji-Mu.<br /><br />Yaa...Aziz, jadikanlah daku dengan Perkasa-Mu termasuk orang-orang yang merasa hina di hadapan-Mu dan berikanlah padaku amaliah dengan amal-amal akhirat di sisi-Mu.<br /><br />Yaa... Jabbaar..., paksalah diriku untuk berselaras dengan kehendak-Mu, dan janganlah Engkau jadikan aku sebagai pemaksa pada hamba-hamba-Mu.<br /><br />Yaa.. Mutakabbir, jadikanlah daku termasuk orang-orang yang tawadlu' atas kebesaran-kebesaran-Mu, tergolong orang-orang yang tunduk atas hukum dan keputusan-Mu.<br /><br />Yaa... Khaaliq, ciptakan pertolongan dalam hatiku untuk taat kepadaM-u, dan lindungi daku dari kezaliman dan pengikutnya di antara makhluk-makhluk-Mu.<br /><br />Yaa... Baari', jadikanlah diriku golongan yang terbaik dari manusia, dan riaslah daku dengan akhlak baik yang diridai.<br /><br />Yaa... Mushawwir, rupakanlah diriku dengan bentuk ubudiyah pada-Mu, dan cahayailah daku dengan cahaya-cahaya makrifat-Mu. Dan seterusnya sampai sembilan puluh sembilan nama Allah.<br /><br />Itulah implementasi lain dari "Berakhlaqlah dengan akhlaq-akhlaq Allah". Maka al-asmaul husna adalah hampiran pertama, ketika seorang hamba ingin merespons akhlaqullah, melalui munajat-munajat sebagaimana digambarkan Ibnu 'Araby. Membaca, sekaligus aksentuasi dalam kehidupan nyata bahwa pada diri manusia harus "bersiap diri" untuk menjadi limpahan asma-Nya, agar mengenal-Nya. ***<br /><br />KH. M. Luqman Hakiem, MA<br />Jawa Pos, Minggu 21 September 2008<br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-1842055141776299392008-09-21T08:31:00.001+07:002008-09-21T08:36:36.569+07:00Doa Sulthonul Auliya' Syaikh Abul Hasan Asy Syadzili 3<div align="justify"> <br />Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang<br /><br />Wahai Allah.....<br />Wahai Yang Maha Terpuji, Wahai Yang Maha Mulia<br />Wahai Allah...... <br />Wahai yang Maha Pemurah, Wahai yang Maha Baik, Wahai yang Maha Penyayang<br />Wahai Allah......<br />Wahai Yang Maha Perkasa, Wahai Yang Maha Kokoh<br /><span class="fullpost"><br /><br />Anugerahilah aku dari Rahmad-Mu, sesuatu yang dengannya aku dapat memuji-Mu, sehingga aku termasuk orang-orang yang mukmin.<br />Berilah aku rizki dari kelemahlembutan kemuliaan-Mu, sesuatu yang dengannya aku menjadi kuat dan dapat mengangkat dan terangkat didalam semesta alam.<br />Anugerahilah aku dari kemurahan-Mu, sesuatu yang dengannya aku menjadi orang baik dan taqwa dari golongan orang-orang sholeh.<br /><br />Wahai yang Maha Kasih Sayang, Wahai yang Maha Lembut<br />Aku mohon kelemahlembutan dengan kelemahlembutan yang tidak dapat dilihat oleh persangkaan para penyangka.<br /><br />Wahai Allah......<br />Aku menyakini Engkau Maha Penyanyang ketika aku tidak memohon kepada-Mu, maka bagaimana aku tidak menyakini Engkau Maha Penolong, padahal aku selalu memohon kepada-Mu ? Siapakah kiranya bagiku jika Engkau memutuskan hubungan denganku ?<br />Dan Siapakah kiranya bagiku kalau Engkau tidak menyayangi aku ?<br />Maka pertemukanlah aku dari manapun arah yang Engkau ketahui dan tidak aku ketahui.<br />Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.<br /><br />Sholawat Allah dan salam-Nya tetap kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabat-Nya, semuanya.<br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-48764463114066122472008-09-17T16:50:00.000+07:002008-09-17T16:55:22.562+07:00Gus Jakfar<div align="justify"><br />Di antara putera-putera Kiai Saleh, pengasuh pesantren "Sabilul Muttaqin" dan sesepuh di daerah kami, Gus Jakfar-lah yang paling menarik perhatian masyarakat. Mungkin Gus Jakfar tidak sealim dan sepandai saudara-saudaranya, tapi dia mempunyai keistimewaan yang membuat namanya tenar hingga ke luar daerah, malah konon beberapa pejabat tinggi dari pusat memerlukan sowan khusus ke rumahnya setelah mengunjungi Kiai Saleh. Kata Kang Solikin yang dekat dengan keluarga ndalem, bahkan Kiai Saleh sendiri segan dengan anaknya yang satu itu.<br /><span class="fullpost"><br />"Kata Kiai, Gus Jakfar itu lebih tua dari beliau sendiri," cerita Kang Solikin suatu hari kepada kawan-kawannya yang sedang membicarakan putera bungsu Kiai Saleh itu. "Saya sendiri tidak paham apa maksudnya."<br />"Tapi, Gus Jakfar memang luar biasa," kata Mas Bambang, pegawai Pemda yang sering mengikuti pengajian subuh Kiai Saleh. "Matanya itu lho. Sekilas saja mereka melihat kening orang, kok langsung bisa melihat rahasianya yang tersembunyi. Kalian ingat, Sumini yang anak penjual rujak di terminal lama yang dijuluki perawan tua itu, sebelum dilamar orang sabrang kan ketemu Gus Jakfar. Waktu itu Gus Jakfar bilang, 'Sum, kulihat keningmu kok bersinar, sudah ada yang ngelamar ya?'. Tak lama kemudian orang sabrang itu datang melamarnya."<br /><br />"Kang Kandar kan juga begitu," timpal Mas Guru Slamet. "Kalian kan mendengar sendiri ketika Gus Jakfar bilang kepada tukang kebun SD IV itu, 'Kang, saya lihat hidung sampeyan kok sudah bengkok, sudah capek menghirup nafas ya?' Lho, ternyata besoknya Kang Kandar meninggal."<br /><br />"Ya. Waktu itu saya pikir Gus Jakfar hanya berkelakar," sahut Ustadz Kamil, "Nggak tahunya beliau sedang membaca tanda pada diri Kang Kandar."<br /><br />"Saya malah mengalami sendiri," kata Lik Salamun, pemborong yang dari tadi sudah kepingin ikut bicara. "Waktu itu, tak ada hujan tak ada angina, Gus Jakfar bilang kepada saya, 'Wah, saku sampeyan kok mondol-mondol; dapat proyek besar ya?' Padahal saat itu saku saya justru sedang kemps. Dan percaya atau tidak, esok harinya saya memenangkan tender yang diselenggarakan Pemda tingkat propinsi."<br /><br />"Apa yang begitu itu disebut ilmu kasyaf?" tanya Pak Carik yang sejak tadi hanya asyik mendengarkan.<br />"Mungkin saja," jawab Ustadz Kamil. "Makanya saya justru takut ketemu Gus Jakfar. Takut dibaca tanda-tanda buruk saya, lalu pikiran saya terganggu."<br />***<br />Maka, ketika kemudian sikap Gus Jakfar berubah, masyarakat pun geger; terutama para santri kalong, orang-orang kampung yang ikut mengaji tapi tidak tinggal di pesantren seperti Kang Solikin yang selama ini merasa dekat dengan beliau. Mula-mula Gus Jakfar menghilang berminggu-minggu, kemudian ketika kembali tahu-tahu sikapnya berubah menjadi manusia biasa. Dia sama sekali berhenti dan tak mau lagi membaca tanda-tanda. Tak mau lagi memberikan isyarat-isyarat yang berbau ramalan. Ringkas kata, dia benar-benar kehilangan keistimewaannya.<br /><br />"Jangan-jangan ilmu beliau hilang pada saat beliau menghilang itu," komentar Mas Guru Slamet penuh penyesalan. "Wah, sayang sekali! Apa gerangan yang terjadi pada beliau?"<br /><br />"Ke mana beliau pergi saat menghilang pun, kita tidak tahu;" kata Lik Salamun. "Kalau saja kita tahu ke mana beliau pergi, mungkin kita akan mengetahui apa yang terjadi pada beliau dan mengapa beliau kemudian berubah."<br /><br />"Tapi, bagaimanapun ini ada hikmahnya," ujar Ustadz Kamil. "Paling tidak, kini kita bisa setiap saat menemui Gus Jakfar tanpa merasa deg-degan dan was-was; bisa mengikuti pengajiannya dengan niat tulus mencari ilmu. Maka, jangan kita ingin mengetahui apa yang terjadi dengan gus kita ini hingga sikapnya berubah atau ilmunya hilang, sebaiknya kita langsung saja menemui beliau."<br /><br />Begitulah, sesuai usul Ustadz Kamil, pada malam Jum'at sehabis wiridan salat Isya, saat mana Gus Jakfar prei, tidak mengajar; rombongan santri kalong sengaja mendatangi rumahnya. Kali ini hampir semua anggota rombongan merasakan keakraban Gus Jakfar, jauh melebihi yang sudah-sudah. Mungkin karena kini tidak ada lagi sekat berupa rasa segan, was-was dan takut.<br /><br />Setelah ngobrol ke sana kemari, akhirnya Ustadz Kamil berterus terang mengungkapkan maksud utama kedatangan rombongan: "Gus, di samping silaturahmi seperti biasa, malam ini kami datang juga dengan sedikit keperluan khusus. Singkatnya, kami penasaran dan sangat ingin tahu latar belakang perubahan sikap sampeyan."<br />"Perubahan apa?" tanya Gus Jakfar sambil tersenyum penuh arti. "Sikap yang mana? Kalian ini ada-ada saja. Saya kok merasa tidak berubah."<br /><br />"Dulu sampeyan kan biasa dan suka membaca tanda-tanda orang," tukas Mas Guru Slamet, "kok sekarang tiba-tiba mak pet, sampeyan tak mau lagi membaca, bahkan diminta pun tak mau."<br /><br />"O, itu," kata Gus Jakfar seperti benar-benar baru tahu. Tapi dia tidak segera meneruskan bicaranya. Diam agak lama. Baru setelah menyeruput kopi di depannya, dia melanjutkan, "Ceritanya panjang." Dia berhenti lagi, membuat kami tidak sabar, tapi kami diam saja.<br /><br />"Kalian ingat, saya lama menghilang?" akhirnya Gus Jakfar bertanya, membuat kami yakin bahwa dia benar-benar siap untuk bercerita. Maka serempak kami mengangguk. "Suatu malam saya bermimpi ketemu ayah dan saya disuruh mencari seorang wali sepuh yang tinggal di sebuah desa kecil di lereng gunung yang jaraknya dari sini sekitar 200 km kea rah selatan. Namanya Kiai Tawakkal. Kata ayah dalam mimpi itu, hanya kiai-kiai tertentu yang tahu tentang kiai yang usianya sudah lebih 100 tahun ini. Santri-santri yang belajar kepada beliau pun rata-rata sudah disebut kiai di daerah masing-masing."<br /><br />"Terus terang, sejak bermimpi itu, saya tidak bisa menahan keinginan saya untuk berkenalan dan kalau bisa berguru kepada Wali Tawakkal itu. Maka dengan diam-diam dan tanpa pamit siapa-siapa, saya pun pergi ke tempat yang ditunjukkan ayah dalam mimpi dengan niat bilbarakah dan menimba ilmu beliau. Ternyata, ketika sampai di sana, hampir semua orang yang saya jumpai mengaku tidak mengenal nama Kiai Tawakkal. Baru setelah seharian melacak ke sana kemari, ada seorang tua yang memberi petunjuk."<br /><br />'Cobalah nakmas ikuti jalan setapak di sana itu' katanya. 'Nanti nakmas akan berjumpa dengan sebuah sungai kecil; terus saja nakmas menyeberang. Begitu sampai seberang, nakmas akan melihat gubuk-gubuk kecil dari bambu. Nah, kemungkinan besar orang yang nakmas cari akan nakmas jumpai di sana. Di gubuk yang terletak di tengah-tengah itulah tinggal seorang tua seperti yang nakmas gambarkan. Orang sini memanggilnya Mbah Jogo. Barangkali itulah yang nakmas sebut Kiai siapa tadi?'<br /><br />'Kiai Tawakkal.'<br /><br />'Ya, Kiai Tawakkal. Saya yakin itulah orangnya, Mbah Jogo.'<br /><br />"Saya pun mengikuti petunjuk orang tua itu, menyeberang sungai dan menemukan sekelompok rumah gubuk dari bambu."<br /><br />"Dan betul, di gubuk bambu yang terletak di tengah-tengah, saya menemukan Kiai Tawakkal alias Mbah Jogo sedang dikelilingi santri-santrinya yang rata-rata sudah tua. Saya diterima dengan penuh keramahan, seolah-olah saya sudah merupakan bagian dari mereka. Dan kalian tahu? Ternyata penampilan Kiai Tawakkal sama sekali tidak mencerminkan sosoknya sebagai orang tua. Tubuhnya tegap dan wajahnya berseri-seri. Kedua matanya indah memancarkan kearifan. Bicaranya jelas dan teratur. Hampir semua kalimat yang meluncur dari mulut beliau bermuatan kata-kata hikmah."<br /><br />Tiba-tiba Gus Jakfar berhenti, menarik nafas panjang, baru kemudian melanjutkan, "Hanya ada satu hal yang membuat saya terkejut dan tgerganggu. Saya melihat di kening beliau yang lapang ada tanda yang jelas sekali, seolah-olah saya membaca tulisan dengan huruf yang cukup besar dan berbunyi 'Ahli Neraka'. Astaghfirullah! Belum pernah selama ini saya melihat tanda yang begitu gambling. Saya ingin tidak mempercayai apa yang saya lihat. Pasti saya keliru. Masak seorang yang dikenal wali, berilmu tinggi, dan disegani banyak kiai yang lain, disurati sebagai ahli neraka. Tak mungkin. Saya mencoba meyakin-yakinkan diri saya bahwa itu hanyalah ilusi, tapi tak bisa. Tanda itu terus melekat di kening beliau. Bahkan belakangan saya melihat tanda itu semakin jelas ketika beliau habis berwudhu. Gila!"<br /><br />"Akhirnya niat saya untuk menimba ilmu kepada beliau, meskipun secara lisan memang saya sampaikan demikian, dalam hati sudah berubah menjadi keinginan untuk menyelidiki dan memecahkan keganjialan ini. Beberapa hari saya amati perilaku Kiai Tawakkal, saya tidak melihat sama sekali hal-hal mencurigakan. Kegiatan rutinnya sehari-hari tidak begitu berbeda dengan kebanyakan kiai yang lain: mengimami salat jamaah; melakukan salat-salat sunnat seperti dhuha, tahajjud, witir,dsb.; mengajar kitab-kitab (umumnya kitab-kitab besar); mujahadah; dzikir malam; menemui tamu; dan semacamnya. Kalaupun beliau keluar, biasanya untuk memenuhi undangan hajatan atau- dan ini sangat jarang sekali- mengisi pengajian umum. Memang ada kalanya beliau keluar pada malam-malam tertentu; tapi menurut santri-santri yang lama, itu pun merupakan kegiatan rutin yang sudah dijalani Kiai Tawakkal sejak muda. Semacam lelana brata, kata mereka."<br /><br />"Baru setelah beberapa minggu tinggal di 'pesantren bambu', saya mendapat kesempatan atau tepatnya keberanian untuk mengikuti Kiai Tawakkal keluar. Saya pikir, inilah kesempatan untuk mendapatkan jawaban atas tanda tanya yang selama ini mengganggu saya."<br /><br />"Begitulah, pada suatu malam purnama, saya melihat Kiai keluar dengan berpakaian rapi. Melihat waktunya yang sudah larut, tidak mungkin beliau pergi untuk mendatangi undangan hajatan atau lainnya. Dengan hati-hati saya membuntutinya dari belakang; tidak terlalu dekat, tapi juga tidak terlalu jauh. Dari jalan setapak hingga ke jalan desa, Kiai terus berjalan dengan langkah yang tetap tegap. Akan ke mana beliau gerangan? Apa ini yang disebut semacam lelana brata? Jalanan semakin sepi; saya pun semakin berhati-hati mengikutinya, khawatir tiba-tiba Kiai menoleh ke belakang."<br /><br />"Setelah melewati kuburan dan kebun sengon, beliau berbelok. Ketika kemudian saya ikut belok, saya kaget, ternyata sosoknya tak kelihatan lagi. Yang terlihat justru sebuah warung yang penuh pengunjung. Terdengar gelak tawa ramai sekali. Dengan bengong saya mendekati warung terpencil dengan penerangan petromak itu. Dua orang wanita- yang satu masih muda dan yang satunya lagi agak lebih tua- dengan dandanan yang menor sibuk melayani pelanggan sambil menebar tawa genit ke sana kemari. Tidak mungkin Kiai mampir ke warung ini, pikir saya. Ke warung biasa saja tidak pantas, apalagi warung yang suasananya saja mengesankan kemesuman ini.<br /><br />'Mas Jakfar!' tiba-tiba saya dikagetkan oleh suara yang tidak asing di telinga saya, memanggil-manggil nama saya. Masyaallah, saya hampir-hampir tidak mempercayai pendengaran dan penglihatan saya. Memang betul, mata saya melihat Kiai Tawakkal melambaikan tangan dari dalam warung. Ah. Dengan kikuk dan pikiran tak karuan, saya pun terpaksa masuk dan menghampiri kiai yang saya yang duduk santai di pojok. Warung penuh dengan asap rokok. Kedua wanita menor menyambut saya dengan senyum penuh arti. Kiai Tawakkal menyuruh orang disampingnya untuk bergeser, 'Kasi kawan saya ini tempat sedikit!' Lalu, kepada orang-orang yang ada di warung, Kiai memperkenalkan saya. Katanya, 'Ini kawan saya, dia baru datang dari daerah yang cukup jauh. Cari pengalaman katanya'. Mereka yang duduknya dekat serta merta mengulurkan tangan, menjabat tangan saya dengan ramah; sementara yang jauh melambaikan tangan".<br /><br />"Saya masih belum sepenuhnya menguasai diri, masih seperti dalam mimpi, ketika tiba-tiba saya dengar Kiai menawari, 'Minum kopi ya?!' Saya mengangguk asal mengangguk. 'Kopi satu lagi, Yu!' kata Kiai kepada wanita warung sambil mendorong piring jajan ke dekat saya. 'Silakan! Ini namanya rondo royal, tape goreng kebanggan warung ini! Lagi-lagi saya hanya menganggukkan kepala asal mengangguk."<br /><br />"Kiai Tawakkal kemudian asyik kembali dengan 'kawan-kawan'-nya dan membiarkan saya bengong sendiri. Saya masih tak habis pikir, bagaimana mungkin Kiai Tawakkal yang terkenal waliyullah dan dihormati para kiai lain bisa berada di sini. Akrab dengan orang-orang beginian; bercanda dengan wanita warung. Ah, inikah yang disebut lelana brata? Ataukah ini merupakan dunia lain beliau yang sengaja disembunyikan dari umatnya? Tiba-tiba saya seperti mendapat jawaban dari tanda tanya yang selama ini mengganggu saya dan karenanya saya bersusah payah mengikutinya malam ini. O, pantas di keningnya kulihat tanda itu. Tiba-tiba sikap dan pandangan saya terhadap beliau berubah."<br /><br />'Mas, sudah larut malam,'tiba-tiba suara Kiai Tawakkal membuyarkan lamunan saya. 'Kita pulang, yuk!' Dan tanpa menunggu jawaban saya, Kiai membayari minuman dan makanan kami, berdiri, melambai kepada semua, kemudian keluar. Seperti kerbau dicocok hidung, saya pun mengikutinya. Ternyata setelah melewati kebon sengon, Kiai Tawakkal tidak menyusuri jalan-jalan yang tadi kami lalui. 'Biar cepat, kita mengambil jalan pintas saja!' katanya."<br /><br />"Kami melewati pematang, lalu menerobos hutan, dan akhirnya sampai di sebuah sungai. Dan, sekali lagi saya menyaksikan kejadian yang menggoncangkan. Kiai Tawakkal berjalan di atas permukaan air sungai, seolah-olah di atas jalan biasa saja. Sampai di seberang, beliau menoleh ke arah saya yang masih berdiri mematung. Beliau melambai. 'Ayo!' teriaknya. Untung saya bisa berenang; saya pun kemudian berenang menyeberangi sungai yang cukup lebar. Sampai di seberang, ternyata Kiai Tawakkal sudah duduk-duduk di bawah pohon randu alas, menunggu. 'Kita istirahat sebentar,' katanya tanpa menengok saya yang sibuk berpakaian. 'Kita masih punya waktu, insya Allah sebelum subuh kita sudah sampai pondok.'<br /><br />Setelah saya ikut duduk di sampingnya, tiba-tiba dengan suara berwibawa, Kiai berkata mengejutkan, 'Bagaimana? Kau sudah menemukan apa yang kaucari? Apakah kau sudah menemukan pembenar dari tanda yang kaubaca di kening saya? Mengapa kau seperti masih terkejut? Apakah kau yang mahir melihat tanda-tanda menjadi ragu terhadap kemahiranmu sendiri?' Dingin air sungai rasanya semakin menusuk mendengar rentetan pertanyaan beliau yang menelanjangi itu. Saya tidak bisa berkata apa-apa. Beliau yang kemudian terus berbicara.<br /><br />'Anak muda, kau tidak perlu mencemaskan saya hanya karena kau melihat tanda "Ahli Neraka" di kening saya. Kau pun tidak perlu bersusah-payah mencari bukti yang menunjukkan bahwa aku memang pantas masuk neraka. Karena, pertama, apa yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening. Kedua, kau kan tahu, sebagaimana neraka dan sorga, aku adalah milik Allah. Maka terserah kehendak-Nya, apakah Ia memasukkan diriku ke sorga atau neraka. Untuk memasukkan hamba-Nya ke sorga atau neraka, sebenarnyalah Ia tidak memerlukan alasan. Sebagai kiai, apakah kau berani menjamin amalmu pasti mengantarkanmu ke sorga kelak? Atau kau berani mengatakan bahwa orang-orang di warung yang tadi kau pandang sebelah mata itu pasti masuk neraka? Kita berbuat baik karena kita ingin dipandang baik oleh-Nya, kita ingin berdekat-dekat dengan-Nya, tapi kita tidak berhak menuntut balasan kebaikan kita. Mengapa? Karena kebaikan kita pun berasal dari-Nya. Bukankah begitu?'<br /><br />Aku hanya bisa menunduk. Sementara Kiai Tawakkal terus berbicara sambil menepuk-nepuk punggung saya. 'Kau harus lebih berhati-hati bila mendapat cobaan Allah berupa anugerah. Cobaan yang berupa anugerah tidak kalah gawatnya dibanding cobaan yang berupa penderitaan. Seperti mereka yang di warung tadi; kebanyakan mereka orang susah. Orang susah sulit kau bayangkan bersikap takabbur; ujub, atau sikap-sikap lain yang cenderung membesarkan diri sendiri. Berbeda dengan mereka yang mempunyai kemampuan dan kelebihan: godaan untuk takabbur dan sebagainya itu datang setiap saat. Apalagi bila kemampuan dan kelebihan itu diakui oleh banyak pihak'<br /><br />Malam itu saya benar-benar merasa mendapatkan pemahaman dan pandangan baru dari apa yang selama ini sudah saya ketahui.<br /><br />'Ayo kita pulang!' tiba-tiba Kiai bangkit. 'Sebentar lagi subuh. Setelah sembahyang subuh nanti, kau boleh pulang.' Saya tidak merasa diusir; nyatanya memang saya sudah mendapat banyak dari kiai luar biasa ini."<br /><br />"Ketika saya ikut bangkit, saya celingukan. Kiai Tawakkal sudah tak tampak lagi. Dengan bingung saya terus berjalan. Kudengar azan subuh berkumandang dari sebuah surau, tapi bukan surau bambu. Seperti orang linglung, saya datangi surau itu dengan harapan bisa ketemu dan berjamaah salat subuh dengan Kiai Tawakkal. Tapi, jangankan Kiai Tawakkal, orang yang mirip beliau pun tak ada. Tak seorang pun dari mereka yang berada di surau itu yang saya kenal. Baru setelah sembahyang, seseorang menghampiri saya. 'Apakah sampeyan Jakfar?' tanyanya. Ketika saya mengiyakan, orang itu pun menyerahkan sebuah bungkusan yang ternyata berisi barang-barang milik saya sendiri. 'Ini titipan Mbah Jogo, katanya milik sampeyan.'<br /><br />'Beliau di mana?' tanya saya buru-buru.<br /><br />'Mana saya tahu?' jawabnya. 'Mbah Jogo datang dan pergi semaunya. Tak ada seorang pun yang tahu dari mana beliau datang dan ke mana beliau pergi.'<br /><br />Begitulah ceritanya. Dan Kiai Tawakkal alias Mbah Jogo yang telah berhasil mengubah sikap saya itu tetap merupakan misteri."<br /><br />Gus Jakfar sudah mengakhiri ceritanya, tapi kami yang dari tadi suntuk mendengarkan masih diam tercenung sampai Gus Jakfar kembali menawarkan suguhannya.<br /><br />From : www.Gusmus.net<br /></div><br /> </span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-82274628238110127332008-09-16T16:42:00.002+07:002008-09-16T16:48:28.342+07:00Tanpa Kita sadari kita makan dan minum menggunakan tangan kiriDalam kitab shahih muslim dijelaskan Imam muslim meriwayatkan hadist dari Ibnu ‘umar bahwa nabi muhammad saw pernah bersabda : <span style="font-style:italic;">"Jika seseorang makan, maka hendaklah ia makan dengan menggunakan tangan kanannya, jika ia minum, maka hendaklah ia minum dengan menggunakan tangan kanannya. Alasannya karena setan makan dan minum dengan menggunakan tangan kirinya".</span><br /><span class="fullpost"><br />Salah satu adab ketika makan dan bagi seorang muslim adalah makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan, tetapi tanpa kita sadari dan kita rasakan atau malah kita sadar sesadar-sasadarnya sering kali kita justru makan dan minum dengan menggunakan tangan kiri. Berikut ini beberapa contohnya :<br />1. Ketika kita makan dengan menggunakan sendok dan garpu. Garpu yang berada di tangan kiri sering kali juga ikut kita gunakan untuk makan, entah itu untuk sekedar mengambil lauknya.<br />2. Ketika kita makan bistik /beef steak, dimana tangan kanan memegang pisau, sedangkan tangan kiri memegang garpu, daging yang kita iris dengan memakai pisau di tangan kanan, kemudian kita ambil dan kita makan dengan menggunakan garpu yang ada di tangan kiri.<br />3. Ketika kita makan nasi dan ada hidangan pelengkap krupuk. Sering kali kita makan krupuknya dengan menggunakan tangan kiri.<br />4. Ketika kita makan dengan tidak menggunakan sendok dan garpu, ditengah kita makan kita ingin minum entah itu karena kesereten (jawa) atau yang lainnya maka kita sering minum dengan menggunakan tangan kiri.<br />5. Ketika kita makan kue/gorengan (Ote-ote/tahu isi) dengan pelengkap lombok. Gorengan kita makan dengan tangan kanan tetapi lombonya kita makan dengan menggunakan tangan kiri.<br />6. Ketika kita makan pisang. Sering kali pisang kita pegang dengan tangan kiri dan tangan kanan bekerja untuk mengelupas kulitnya, setelah itu pisang langsung kita makan dengan menggunakan tangan kiri.<br />7. Ketika kita minum air mineral dalam botol. Seringkali botol kita pegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan bekerja untuk membuka tutup botolnya, setelah itu langsung kita minum dengan menggunakan tangan kiri.<br />8. Ketika kita minum air mineral kemasan gelas. Seringkali gelas kita pegang dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan bekerja untuk meletakkan sedotannya ke gelas tersebut, setelah itu air langsung kita minum dengan menggunakan tangan kiri.<br /><br />Semoga kita terbiasa makan dan minum dengan menggunakan tangan kanan. Dan semoga apa yang kita makan dan minum menjai berkah. Amiin.<br /><br /> </span>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4569600027875789127.post-23624722262803128462008-09-16T16:08:00.002+07:002008-10-15T16:39:24.206+07:00Ternyata Seperguruan...........<div align="justify">Sore ini supi’i teringat akan janjinya bahwa ia harus segera pergi ke teman barunya, ya teman baru supi’i ini adalah seseorang yang tinggal di pinggiran kota surabaya. Namanya adalah Cak i’im. Supi’i secara tidak sengaja berkenalan dengannya. Ceritanya pada saat itu kebetulan supi’i pingin ke toilet untuk buang air kecil. Setelah selesai dari toilet seperti biasanya supi’i segera mengambil air wudlu di tempat wudlu (maklum supi’i berusaha mengamalkan batal wudlu yang merupakan jurus dasar PETA), setelah itu supi’i berniat untuk membayar. <br /><span class="fullpost"><br />Setelah membayar inilah supi’i melihat ada lembaran wirid hizb kahfi di meja tempat ia membayar. Timbul penasaran pada diri supi’i untuk mengetahui tentang itu. Hal ini dikarenakan supi’i adalah juga pengamal hizb kahfi tersebut. Setelah berkenalan dan berbincang-bincang maka barulah tahu bahwa cak i’im ini ternyata adalah seperguruan dengan dirinya tetapi lewat pintu yang berbeda. Ya pekerjaan cak i’im ini adalah penjaga toilet di pojok terminal di surabaya.<br /><br />Hari ini supi’i akan kembali bertemu dengan cak i’im. Supi’i pingin semakin akrab dengan teman barunya ini. Profile cak i’im ini adalah kalem bahkan cenderung sangat kalem sekali, untuk mendengar ia bicara aja supi’i harus mendekatkan telinganya supaya terdengar jelas. Selain itu cak i'im adalah type orang yang rendah hati, selalu senyum dan membuat orang-orang sungkan dan segan kepadanya.<br /><br />Bukan hanya profile cak i’im itu yang membuat supi’i kagum kepadanya, tetapi lingkungan kerja dia yang membuat supi’i heran. Ketika lama menemani cak i’im untuk menjaga toilet ini. Barulah sadar bahwa lingkungan yang cak i’im tempati untuk bekerja ini adalah lingkungan yang ekstrem bagi orang baik seperti cak i’im.<br /><br />Betapa tidak, tak jauh dari toilet-toilet itu terdapat kamar-kamar yang tidak hanya di tempati oleh anak-anak jalanan yang yang tidak punya tempat tinggal, tetapi juga di tempati oleh para wanita-wanita “penghibur”. Sehingga mau ga mau orang-orang itu juga pasti akan menggunakan toiletnya cak i'im. Padahal sedianya bisnis toilet itu di khususkan bagi orang-orang yang memerlukan di terminal seperti para sopir, kondektur, kernet maupun penumpangnya.<br /><br />“Sebenarnya mereka itu pada dasarnya adalah orang-orang baik, tetapi karena tuntutan ekonomi dan tipisnya iman sehingga mereka jadi begitu. Kita gak bisa berbuat apa-apa mas supi’i Cuma bisa memberikan nasihat yang santun, itupun lewat sindiran-sindiran dan mendoakannya saja, karena hidayah itu kan datangnya dari Allah”. Banyak kasus kok kalau Allah mentakdirkan hambanya berbuat maksiat agar selanjutnya bertaubat dan menjadi dekat kepada-Nya. Ada sih beberapa orang dari mereka minta tolong untuk di carikan suami agar mereka bisa berhenti dari pekerjaannya. Nah apa mas supi’i mau menjadikan istri salah satu dari mereka ?, berarti mas supi’i sudah menolong salah satu dari mereka lho.... Mendapat pertanyaan begitu supi’i menjadi gelagapan. Oh enggak cak i’im..., aku belum berpikiran ke arah situ kok, eles supi’i.<br /><br />Sambil mengalihkan pembicaraan supi’i kemudian bertanya kepada cak i’im. Cak i’im kalau aku lihat sih hizib kahfi’mu berbeda dengan yang biasa aku baca, punya cak i’im Cuma diulang sedikit, sedangkan yang biasanya sekarang banyak hingga 113 kali. Trus tawasulnya juga harus ditambah yaitu syaikh Sholahuddin karena beliau sekarang Mursyid kita. Beliau menggantikan abanya syaikh Abdul Djalil Mustaqim yang telah wafat beberapa tahun lalu. Tepatnya tanggal 7 januari 2005. Oh ya ini juga saya bawakan photo copyan-nya hizib kahfi dan buku durotus salikin-nya. Tampak terlihat perubahan wajah cak i’im ketika mendengar bahwa syaikh Abdul Djalil telah wafat. Gurat-gurat kesedihan tampak semakin jelas, ia menyesal sekali kok sampai nggak tahu kalau Mursyidnya telah wafat, tampak sebutir air telah mengembang di pelupuk matanya. Sudahlah cak i’im meskipun syaikh Djalil telah tiada tapi beliau tetap mendo’akan kita kok dan terus membimbing ruhani kita semua. Kan sudah di jelaskan di alqur’an bahwa <span style="font-style:italic;">“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki”</span>. Kalau bisa sih cak i’im segera aja sowan ke PETA sekaligus ziarah ke makam beliau. Sekalian aku informasikan kepada cak i’im kalu setiap bulan ada pengajian Al-Hikam di Masjid Al-Akbar Surabaya yang diasuh oleh KH. M. Luqman Hakim, MA dari Jakarta, setiap hari sabtu ba’da ashar, setiap minggu ke-4. Ok cak i’im karena sebentar lagi mau maghrib, aku mau sholat maghrib dulu trus langsung pulang sekalian, sekarang aku mau ke toilet dulu. Tampak terlihat ada satu kamar yang kosong, ketika supi’i mau melangkah sudah kedahuluan dari salah seorang wanita yang diceritakan oleh cak i’im. Tanpa basa-basi kemudian wanita itu berkata kepada supi’i sambil tersenyum genit “mas daripada nunggu lama mending kita masuk bersama-sama saja”. Salah tingkah supi’i mendapat tawaran seperti itu, ia Cuma berkata “ terima kasih mbak sampeyan dulu aja, aku ngantri aja gak apa-apa”, sambil tersenyum kecut dia menjawab, tetapi di hati supi’i tetap beristighfar mohon ampunan kepada Allah untuk dirinya, dan untuk mbaknya yang genit itu. Terlihat cak i’im tersenyum geli sambil membuka kedua tangannya mengisyaratkan bahwa ia tak bertanggung jawab atas apa yang barusan terjadi. Sedetik kemudian dia berkata kepada cak supi’i “baiklah sahabatku aku juga mau sholat maghrib juga, lain kali bertemu lagi, terima kasih infonya dan jangan lupa saling mendo’akan”. “sama-sama sahabatku. Semoga engkau tetap istiqomah untuk memberikan nasihat kepada mereka. Ok lain kali kita bertemu Insya Allah.<br /><br /> </span></div>Fayz Abdullahhttp://www.blogger.com/profile/13898466663508386661noreply@blogger.com1